Pemerintah memberlakukan kebijakan penurunan tarif tiket penerbangan maskapai Citilink Indonesia dan Lion Air lebih rendah 50 persen dari tarif batas atas (TBA), Kamis (11/7/2019). Namun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai upaya pemerintah ini hanya gimic marketing.
Penurunan tarif ini berlaku untuk penerbangan domestik yang dilayani pesawat bermesin jet. YLKI menyoroti penurunan tarif ini karena hanya dikhususkan pada happy hour atau saat-saat sepi permintaan penerbangan.
Berdasarkan kebijakan tersebut penurunan tarif hanya berlaku pada pukul 10.00 hingga 14.00 setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
“Turunnya tiket tersebut hanyalah gimic marketing saja, alias tipuan pada konsumen. sebab turunnya tiket hanya pada jam dan hari non peak session,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, Kamis.
Dia menilai, dengan waktu pemberlakuan yang demikian, tanpa diminta pun pihak maskapai akan menurunkan tarif tiketnya pada jam dan hari non peak session tersebut.
“Jadi turunnya tiket pesawat hanya kamuflase saja,” tegasnya.
Menurutnya, jika tarif tiket pesawat mau turun signifikan, maka pemerintah harus menghapus PPN tiket sebesar 10 persen dan PPN avtur sebesar 10 persen juga.
“Di banyak negara tidak ada PPN tiket dan avtur, jadi pemerintah harus bersikap fair. Jangan hanya maskapai saja yang diinjak agar tarifnya turun, tetapi pemerintah tidak mau ‘bagi bagi beban’, alias mau menang sendiri,” ujarnya.
Dia juga memandang kebijakan pemerintah untuk menurunkan tiket pesawat diluar ketentuan regulasi soal TBA dan TBB.
“Bisa menjadi kebijakan kontraproduktif, yakni sisi keberlanjutan finansial maskapai udara yang menjadi taruhannya. Dan ending-nya konsumen justru akan dirugikan,” pungkasnya.
Sebagai catatan, dari kebijakan ini merupakan upaya memberikan tiket murah kepada masyarakat dengan mekanisme berbagi beban biaya operasional oleh para pemangku kepentingan, baik maskapai, operator bandara, operator navigasi udara hingga pemasok bahan bakar.
Dari sisi maskapai, Citilink Indonesia menyediakan 3.348 kursi per hari atau mengalokasikan 30 persen dari total ketersediaan kursi dalam 62 penerbangan. Sementara Lion Air menyediakan 8.278 kursi per hari dari 146 penerbangan dengan alokasi 30 persen.
Sementara AP I, AP II, AirNav Indonesia, dan Pertamina masing-masing memiliki kontribusi meringankan struktur biaya tiket penerbangan maskapai dengan presentase yang berbeda.