Empat pelaku yang menerbangkan balon udara liar menjadi tersangka. Beserta barang bukti, mereka diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Wonosobo, Kamis (15/10/2020).
Penyerahannya dilakukan oleh Penyidik Penerbangan Sipil Kementerian Perhubungan, yang dihadiri pula oleh Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan (Perum LPPNPI) atau AirNav Indonesia.
“Kami menyampaikan apresiasi kepada regulator dan aparat penegak hukum, yakni Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, Kejaksaan, Kepolisian, dan TNI, yang bahu membahu memastikan keselamatan penerbangan di ruang udara Indonesia,” ungkap M. Pramintohadi Sukarno, Direktur Utama AirNav Indonesia dalam siaran pers, Kamis (15/10/2020).
Kepala Sub Direktorat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Perhubungan, Rudi Richardo mengatakan, sudah ada regulasi dan aturan yang jelas dalam menerbangkan balon udara selaras dengan keselamatan penerbangan.
“Aturan teknisnya dalam PM 40 tahun 2018 tentang penggunaan balon udara pada kegiatan budaya masyarakat. Tentang sanksinya dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Balon udara yang diterbangkan menyalahi aturan akan diproses secara hukum,” tuturnya.
Menurut Rudi, proses hukum pada mereka yang menerbangkan balon udara liar merupakan pertama kali dalam sejarah penegakan hukum di bidang keselamatan penerbangan di Indonesia. “Kami harap kasus ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan menjadi contoh bagi pegiat balon udara untuk selalu mematuhi peraturan.”
General Manager AirNav Indonesia Cabang Yogyakarta, Ratna Mustika menjelaskan, balon udara yang terbang liar atau tidak mematuhi regulasi sangat membahayakan keselamatan penerbangan.
“Kalau tersangkut di moncong pesawat, pesawat tidak bisa mendarat dan sensornya terganggu. Kalau tersangkut di sirip pesawat, kendali kemudi pesawat terganggu. Yang paling berbahaya adalah kalau terisap mesin pesawat, yang bisa membuat mesin itu mati. Kita tentu tidak ingin mencelakakan saudara-saudara kita yang sedang menggunakan pesawat udara,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, Kasie Intelijen Kejaksaan Negeri Wonosobo, Gigih Juang Dhita mengatakan, “Kami menerima berkas dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan menyatakan berkasnya telah lengkap (P 21) dan akan memprosesnya ke pengadilan.”
Kasus tersebut, kata Gigih, terjadi pada tahun 2019. Tersangkanya ada empat orang, yang diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama dua tahun dan denda senilai Rp500juta. “Selanjutnya, kami akan melakukan proses tahap dua dan persidangan di Kejaksaan Negeri Wonosobo.”
Keterangan dari Kepolisian Resor Wonosobo, tempat kejadian perkara terjadi di Selomerto, Wonosobo. Di sana para pelaku menerbangkan balon udara.
“Keempat tersangka memiliki peran yang berbeda-beda. Kami dari kepolisian akan terus melakukan penegakan hukum terhadap kasus semacam ini,” kata Mochamad Zazid, Kasat Reskrim, seraya menambahkan, “Sosialisasi telah kita lakukan dengan gencar bersama seluruh pemangku kepentingan.”
Pramintohadi menyampaikan, jumlah laporan pilot mengenai gangguan balon udara turun cukup signifikan. Pada periode lebaran 2018 terdapat 112 laporan, kemudian turun menjadi 59 laporan tahun 2019, dan tahun 2020 hanya tiga laporan.
“Balon udara liar yang mengganggu keselamatan penerbangan kian berkurang berkat kolaborasi dan sinergi yang baik antarseluruh pemangku kepentingan. Hal ini juga menunjukkan bahwa komunitas pegiat balon udara semakin patuh terhadap aturan dan regulasi. Kami pun terus mengimbau masyarakat; mari kita jaga keselamatan di langit Nusantara,” ucapnya.
Foto: asedino.com