Assalamualaikum semua …
Memajukan dirgantara nasional menjadi perhatian dalam setiap pertemuan Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI). Salah satu langkah yang dilakukan dan disampaikan pada pertemuan kesembilan di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (4/9/2019), adalah PSAPI bakal dijadikan wadah yang profesional.
Pendiri PSAPI, Marsekal (Pur) Chappy Hakim menjelaskan, PSAPI akan
dijadikan profesional agar lebih efektif dalam membuahkan produk pemikiran pada setiap pertemuan dan diskusi lewat dunia maya. “Yang pasti, semangat dasarnya adalah good will dan passion,” ucapnya. Saat ini sedang disiapkan perangkat sebagaimana layaknya organisasi.
Produk pemikiran itu diharapkan bisa menjadi masukan positif bagi pemerintah. Namun disebutkannya, dalam menerima masukan, pemerintah lebih suka pada kalangan akademisi, yang dianggap lebih adaptif. Sementara kalangan praktisi umumnya berbicara langsung; hitam-putih. Di sisi lain, diakui atau tidak, selalu ada kekakuan di level atas pemerintah sebab memang ada peraturan dan regulasi yang harus diikuti dan dipatuhi.
Maka PSAPI, yang mewadahi profesional di kalangan akademisi, praktisi, dan mereka yang memiliki perhatian pada sektor dirgantara, perlu menjembataninya. “Kita perlu mengupayakan agar antara berbagai kalangan itu saling bersinergi; bisa ‘nyekrup’ semuanya,” ucap Chappy.
Pembicaraan lain yang mengemuka adalah saat ini terkesan ada “kelemahan” pada sistem penetapan jabatan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Mantan pilot Garuda Indonesia, Capt Shadrach Nababan mencontohkan tentang implementasi Reduced Vertical Seperation Minima (RVSM) di ruang udara Indonesia, yang penerapannya waktu itu terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
“Usulannya agar penetapan jabatan itu diatur lex specialis dan tidak berdasarkan sistem yang berlaku umum. Dirjen Perhubungan Udara itu kan mewakili Indonesia sebagai pucuk pimpinan civil aviation authority of Indonesia di ICAO,” ucap Shadrach.
Shadrach mengatakan, “Apabila ada penambahan kriteria untuk seseorang yang akan menjadi Dirjen Perhubungan Udara, misalnya harus ATPL holder, bahkan memiliki jam terbang di atas 3.000 jam, saya yakin pejabat tersebut lebih confident berkomunikasi di forum internasional dan dapat memilah dengan lebih pas dan cepat mana substansi yang important mana yang urgent bagi keselamatan penerbangan.”
Dalam pertemuan kali ini, hadir pula wajah-wajah baru yang memberikan kontribusi positif dan betapa luasnya cakupan sektor dirgantara itu. Hadir Sheila Tobing, dosen Jurusan Mesin Unika Atma Jaya, Jakarta. Perempuan muda ini juga ahli dalam merancang drone. Dia hadir bersama ayahnya, Komjen Pol (Pur) Posma Lumban Tobing.
Hadir pula ahli hubungan internasional dan analis militer Dr Kusnanto Anggoro serta praktisi general aviation Marsdya (Pur) Eris Herryanto. Sementara yang menjadi tuan rumah pertemuan PSAPI kali ini adalah Prof Ida Bagus Rachmadi Supancana, guru besar dan ahli Hukum Antariksa dari Unika Atma Jaya.
“Kita berkumpul tanpa ada kepentingan lain selain peduli penerbangan. Dengan latar belakang berbeda-beda dan sukarela untuk datang, saya berharap komunitas ini akan menjadi think tank (wadah pemikir) dunia penerbangan di Indonesia,” ujar Chappy.