Menyusun kurikulum atau profil pendidikan yang ideal pada era disrupsi dengan pembelajaran digital bukan hal mudah. Bagaimana konsep itu bisa diaplikasikan di setiap daerah, apalagi yang memiliki keterbatasan. Belum lagi permasalahan teknologi dan jangkauan internet yang saat ini tidak selalu dapat diandalkan.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI, Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M, sebagai pembicara kunci pada kegiatan edukasi dengan tema “Profil Pendidikan Ideal Menghadapi Disrupsi Pembelajaran Era Digital” secara daring, Jumat (10/12/2021).
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Forum Digitalk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)melalui Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik bermitra dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) bersama dengan Yayasan Pendidikan Adiluhung Nusantara (YPAN), Sahabat Guru, dan Pemerintah Kabupaten Kudus.
Lestari mengatakan, “Peningkatan akses informasi, jaringan sosial dan partisipasi individual harus mengiringi perubahan teknologi, kemudian harus dibuat ruang yang memungkinkan adanya eksistensi proses belajar ke ranah digital.”
Di sisi lain, Pengembang Inovasi Pendidikan, International Certified Trainer in Education for Asia, Prof. Ir. Drs. Djohan Yoga, M.Sc., MoT, Ph.D., menyampaikan, syarat terpenting dari suksesnya transformasi digital adalah pola pikir (mindset). “Mindset adalah awal dari suatu transformasi dan dasar dari segalanya yang akan mendikte apa yang kita lakukan. Apa yang kita lakukan akan memberikan hasil, apakah sesuai yang kita harapkan atau tidak,” tuturnya.
Djohan berbicara tentang transformasi mindset dalam menghadapi disrupsi pembelajaran era digital.
Disampaikannya juga kepada para tenaga pendidik untuk menumbuhkan pola pikir; “growth mindset” pada anak didik yang memiliki “opportunity based thinking”. Segala perubahan dianggap peluang untuk bertumbuh, sehingga senang dengan perubahan.
“Inilah peran baru guru pada era digital. Kita tidak bisa mengalahkan google, tapi kita bisa beralih peran, yaitu bagaimana kita mengembangkan mindset anak-anak kita dari tidak mau dan tidak bisa menjadi mau dan bisa! Inilah tugas mulia guru yang tidak bisa diambil alih oleh teknologi apapun,” tegas Djohan.
Sementara itu, Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim, Septriana Tangkary, S.E., M.M., menyampaikan, Kementerian Kominfo berkomitmen untuk memastikan tersedianya teknologi, platform, peralatan, dan sumber daya bagi para guru dan siswa. Ini untuk mendukung proses belajar-mengajar agar tetap dapat berjalan melalui berbagai media.
“Dalam peningkatan digital skill, Kementerian Kominfo juga telah menyelenggarakan berbagai program pelatihan serta memberikan beasiswa yang dapat diakses oleh berbagai kalangan masyarakat, termasuk para guru dan Aparat Sipil Negara (ASN),” ungkapnya.
Dalam webinar itu, dosen Pendidikan Matematika Universitas Never Yogyakarta (UNY) , Dr. Ariyadi Wijaya, M.Sc., menyampaikan materi “Computational Thinking”. Bagaimana mengajarkan anak-anak untuk memecah masalah menjadi lebih kecil (dekomposisi). Dikenalkan pula pola dan pikir secara algoritma, yaitu berpikir secara sistematis menetapkan langkah penyelesaian masalah serta berpikir secara abstraksi, yaitu bagaimana memilah data dan informasi yang relevan.
“Berbicara teknologi itu bukanlah sekadar alat untuk mempermudah hal-hal teknis, tapi lebih pada alat untuk mengembangkan kemampuan digital,” ujar Ariyadi.
Selanjutnya, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus, Harjuna Widada, SH. mewakili Bupati Kudus H.M. Hartopo, S.T., M.M., M.H., mengapresiasi kegiatan webinar tersebut. Dia berharap webinar dapat memberikan pemahaman dan keterampilan bagi para guru dalam penggunaan media digital sebagai sarana pembelajaran.
“Ingat bahwa perkembangan teknologi digital adalah keniscayaan. Kita harus menyesuaikan diri dan beradaptasi demi kemajuan pendidikan bagi anak-anak kita nanti,” ucap Harjuna.
Foto: Kominfo