Bandara Soekarno-Hatta 2 harus segera diwujudkan. Ini yang disampaikan Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) II Muhammad Awaluddin mengacu pada perkembangan pasar penumpang pesawat udara yang pertumbuhannya sudah bergeser ke kawasan Asia Pasifik.
“Indonesia akan menjadi pasar terbesar keempat setelah China, Amerika Serikat, dan India. Untuk pariwisata, Thailand dan Turki pun sudah menjadi market leader mengalahkan Italia dan Prancis. Kita harus sudah membuat rancangan bandara masa depan,” tegasnya di sela-sela Seminar & Eksibisi “Airport of the Future: Smart Connected Aiport in Disruptive Era” di Kantor Pusat AP II, Tangerang, Sabtu (11/8/2018).
Alasan Awaluddin, Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dirancang untuk 25 juta penumpang, saat ini sudah tembus angka 28 juta. Keseluruhan bandara, yang kapasitasnya di bawah 60 juta, tahun lalu mencapai 63 juta pergerakan penumpang dan tahun ini bisa menembus 67-70 juta penumpang. Terminal 4 yang rencananya akan dibangun tahun 2020 untuk kapasitas bandara menjadi 100 juta penumpang dengan pembangunan landasan pacu ketiga yang targetnya selesai Juni 2019 bukan lagi solusi untuk menampung lonjakan penumpang yang terus menerus tumbuh.
“Kita selalu tertinggal,” ucapnya, kemudian melajutkan, “Tahu kan Bandara Changi akan membangun terminal 5 dengan kapasitas sebesar jumlah kapasitas terminal 1, 2, 3, dan 4? Ya, 75 juta penumpang, hingga keseluruhannya bisa menampung 150 juta penumpang.” Maka bukan hal muluk jika Bandara Soekarno-Hatta 2 harus diwujudkan.
Menteri BUMN Rini M Soemarno sudah pula mengetahui perihal rencana tersebut. “Saya sudah mendengarnya dari Pak Awal dan mendorongnya untuk mewujudkan terealisasinya Bandara Soekarno-Hatta 2 itu,” katanya. Bahkan ia menambahkan, bukan cuma Soekarno-Hatta, bandara-bandara lain yang saat ini masih dikelola pemerintah juga harus ditingkatkan kapasitas dan aktivitasnya untuk mengejar ketertinggalan dalam memperlancar konektivitas.
Rini memang mendorong BUMN pengelola bandara di Indonesia, yaitu AP I dan AP II, untuk mengembangkan kapasitas dan aktivitas lebih banyak lagi bandara di Indonesia demi mengejar ketertinggalan itu. Saat ini, AP I mengelola 13 bandara dan AP II dengan 15 bandara. Tiga tahun ke depan, kata dia, masyarakat sudah bisa menikmatinya.
“Saya bangga kalau AP II menjadi smart connected airport; sudah mengaplikasikan sistem digital. Manusianya harus siap dengan training dan program lainnya. Ini penting, tapi tidak sepenting bagaimana mengembangkan kapasitas bandara,” ucapnya.
Diungkapkannya, ada dua sektor yang prioritas ditingkatkan pembangunannya terkait kondisi geografis Indonesia. Pertama pembangunan prasarana dan sarana transportasi udara untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah dan antarpulau secara menyeluruh. Kedua adalah bidang telekomunikasi agar masyarakat Indonesia bisa saling mengenal dengan lebih intensif. “Kalau kapal laut, kita akan fokuskan untuk leasure,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga memberi dorongan untuk membangun bandara baru sebagai penambah Bandara Soekarno Hatta. “Masa depan Bandara Soekarno Hatta ini sejalan dengan yang direncanakan Kementerian Perhubungan. AP II sudah memberi contoh ide dengan mengaplikasikan konsep digital yang relevan pada masa kini. Tuntutan masyarakat sekarang ini sangat luar biasa. Soekarno-Hatta ibarat panggung untuk dibandingkan denganairport lain,” tuturnya.
Budi juga menugaskan AP II untuk bisa mengelola bandara-bandara di daerah. “Banyak tugas harus dilakukan dalam mengembangkan konektivitas dan dengan dana yang ada, kita bisa melakukannya,” katanya.
Maka menjadi tantangan bagi AP II untuk mewujudkan Bandara Soekarno Hatta 2. “Tidak usah lagi kita memikirkan pembangunan runway ketiga, yang pembangunannya sudah berjalan, serta terminal 4 yang akan diwujudkan. Kita harus berpikir beyond dengan memikirkan untuk membangun Soekarno-Hatta 2,” ucap Awaluddin, seraya menambahkan,” Kalau tidak dibangun, Bandara Soekarno Hatta 1 akan stagnan mengingat pertumbuhan penumpang naik terus setiap tahun.”
Awaluddin menjelaskan, dari Boston Consulting Group disebutkan bahwa industri bandara memiliki total stakeholder yang tinggi. “Banyak daya tariknya dengan demand yang luar biasa, apalagi pada era yang sudah disruptive. Dengan tingkat pertumbuhan pergerakan penumpang yang tinggi membutuhkan hard infrastructure dan bagaimana kondisi ini diperkuat oleh kegiatan operasional yang efisien dan smart. Untuk menyiapkan Soekarno-Hatta 2, AP II sangat eager karena Soekarno-Hatta tidak akan bisa tumbuh lagi.”
Sekarang ini, proses pemikiran itu sudah dilakukan dengan pra studi fisibilitas. Awaluddin menyebut tiga titik di utara Jakarta sedang dikaji untuk penetapan lokasi bakal bandara itu. Jaraknya antara 10-15 kilometer dari Soekarno-Hatta. Ketiga lokasi ini kemungkinan besar berada di laut atau sebagiannya adalah laut yang akan direklamasi. Namun penetapan lokasi ini merupakan wewenang Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Bandar Udara Ditjen Perhubungan Udara.
Tak heran jika dalam seminar yang diadakan AP II itu, diundang pula pakar bandara dari Bandara Internasional Kansai di Osaka, Jepang. Kansai yang merupakan bandara hasil reklamasi pertama di dunia ini menjadi proyek percontohan bagi pembangunan bandara-bandara yang mereklamasi laut di dunia. Bandara sangat mahal yang mulai dibangun tahun 1987 dan dioperasikan sejak 4 September 1994 ini sampai sekarang masih memerlukan pemeliharaan ekstra, khususnya soal penurunan permukaan tanah reklamasinya.

Bandara Soekarno Hatta 2 masih dalam tahap proses pra studi fisibilitas, tapi karena didesak wartawan, Awaluddin memberikan kemungkinan bahwa bandara itu akan mulai dibangun tahun 2025. Sedikitnya membutuhkan lahan seluas 2.000 hektare, seperti luas lahan Soekarno Hatta 1 yang ada sekarang ini. Padahal bandara yang akan dbangun tersebut, kata dia, kapasitasnya harus lebih besar lagi dari Soekarno-Hatta 1.
Untuk pembiayaannnya yang ditaksir mencapai Rp100 triliun, Awaluddin optimis. “Jangan terlalu dipikirkan sendiri. Banyak pilihan skema pendanaan yang dapat dilakukan, seperti dari pihak ketiga, self in invenstement, dan PPI (Private Participant in Infrastructure),” katanya. Rini juga mendukungnya, bahkan ia menyatakan bukan hal besar untuk pendanaan dengan angka sebesar itu.
Wacana atau rencana sampai tahap studi fisibilitas, bahkan sudah dinyatakan sampai tingkat kementerian, seringkali sudah menjangkau publik. Sebut saja bakal bandara di Karawang yang giat disampaikan oleh mantan Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono sejak awal tahun 2010-an. Begitu juga bakal bandara di Lebak yang digagas oleh Lion Air Group. Dua bandara yang akan menjadi proyek besar dan disebut sebagai penambah Bandara Soekarno-Hatta itu, kenyataannya tidak lagi terdengar.
Pihak Ditjen Perhubungan Udara pernah menyatakan bahwa bandara di Lebak tidak layak untuk dijadikan bandara karena posisi landasan pacu dan letaknya akan menganggu operasional Soekarno-Hatta. Namun pihak Lion Air Group “belum menyerah” karena sampai saat ini pengkajiannya tetap dilanjutkan. Sementara bandara di Karawang terbentur pembangunan Bandara Kertajati, yang pada Mei 2018 sudah mulai didarati pesawat udara.
Maka bukan pesimis jika tulisan ini mempertanyakan realisasi terwujudnya Bandara Soekarno Hatta 2. Bagaimana pula jika nanti ada pemerintahan baru dengan susunan kabinet baru yang memiliki kebijakan berbeda. Betul juga jika pakar penerbangan Chappy Hakim menggugat tidak adanya grand design negara, khususnya untuk pembangunan infrastruktur penerbangan berikut operasionalnya. Apalagi kalau dunia penerbangan itu dikaitkan dengan kedaulatan negara, bukan hanya untuk konektivitas bahkan sekadar ruang udara komersial.