Kementerian Perhubungan menurunkan tarif batas atas (TBA) penerbangan antara 12-16 persen. Perubahan tarif ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) 106/2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Peraturan tersebut ditandatangani Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 15 Mei 2019 malam.
“Senin lalu Kementerian Koordinasi Perekonomian melakukan rapat koordinasi dan memutuskan untuk melakukan perubahan TBA. Menugaskan Kementerian Perhubungan untuk melakukan perubahan KM 72 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri menjadi KM 106 Tahun 2019,” ujar Polana B Pramesti, Dirjen Perhubungan Udara di hadapan media di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Polana menambahkan, revisi tersebut dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap aspirasi dari masyarakat dengan tetap memperhatikan keberlangsungan industri penerbangan. Terutama juga menjelang pelaksanaan Angkutan Lebaran tahun 2019.
Menurut Polana, penurunan TBA dihitung dengan tetap mengedepankan faktor-faktor substansial, seperti keselamatan dan keamanan penerbangan, juga On Time Performance (OTP). “Faktor-faktor substansial tetap menjadi prioritas,” ucapnya.
Dalam memutuskan penurunan TBA, kata Polana, pihaknya sudah berkonsultasi sengan berbagai pihak, terutama asosiasi maskapai penerbangan nasional (INACA), asosiasi lain, juga maskapai yang bukan anggota INACA.
Disebutkan, TBA bisa diturunkan sampai 16 persen karena efektivitas operasional pesawat udara di bandara dan OTP kian membaik. Komponen biaya yang memberi kontribusi berasal dari efisiensi bahan bakar dan juga jam operasi pesawat udara. OTP Januari-Maret 2019 tercatat rata-rata 86,29 persen membaik dari periode yang sama tahun 2018 yang rata-rata 78,88 persen
Polana mengharapkan agar masyarakat memahami kalau harga tiket penerbangan itu bersifat fluktuatif. “Penentuan dasar tarif tidak hanya dipengaruhi oleh single factor tapi multi factor, di antaranya biaya operasional penerbangan, jasa kebandarudaraan seperti passenger service charge (PSC), jasa pelayanan navigasi penerbangan, pajak, dan asuransi,” tuturnya.
Beberapa komponen tersebut sangat dipengaruhi oleh kurs dollar AS terhadap rupiah. Penghitungan TBA itu, kata Polana, berdasarkan harga avtur Rp10.845 per liter, kurs dollar AS Rp14.138, dengan margin laba 10%.
Dengan diberlakukannnya tarif sesuai KM 106 tahun 2019, Badan Usaha Angkutan Niaga Berjadwal atau maskapai penerbangan harus segera melakukan penyesuaian. “Paling lambat dua hari sejak tetapkan Keputusan Menteri ini,” ucap Polana.
Karena sifat tarif penerbangan yang fluktuatif, pemberlakuan KM baru itu akan dievaluasi berkala setiap tiga bulan. “Juga sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan signifikan yang mempengaruhi keberlangsungan kegiatan badan usaha angkutan udara,” ujar Polana.