Target 2019 Pendapatan Premi Asuransi Jiwa Tumbuh 20 Persen

Adanya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memacu pertumbuhan premi asuransi jiwa. Hal ini yang mendasari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menargetkan pendapatan premi asuransi jiwa tumbuh 10-20 persen tahun 2019.

“Kami optimistis pendapatan premi tumbuh antara 10 sampai 20 persen. Ini karena IHSG bulan Februari 2019 menunjukkan perbaikan,” ujar Simon Imanto, Kepala Departemen Keuangan dan Pajak AAJI pada acara “AAJI Media Workshop 2019” di Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Simon menuturkan, sampai pertengahan 2018 AAJI mencatat perlambatan premi asuransi jiwa senilai Rp204,89triliun atau 19,4 persen, yang berasal dari 59 perusahaan asuransi. Perlambatan ini terjadi karena pengaruh kondisi ekonomi global dan nasional. Namun pada kuartal empat, pertumbuhan hasil investasi meningkat.

“Hal itu menunjukkan kalau IHSG sudah menguat. Industri pun mulai optimistis dan hasil investasi akan semakin membaik,” ujar Simon.

Pertumbuhan asuransi jiwa rupanya terkait dengan makin menguatnya harga saham dan membaiknya investasi. Kepala Kajian Kebijakan Makroekonomi dan Sektor Finansial LPEM UI, Febrio Kacaribu menyebut, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang tumbuh 5,27 persen pada triwulan II tahun 2018 mengundang optimisme industri asuransi jiwa.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Nini Sumohandoyo mengatakan, “AAJI dan industri asuransi jiwa akan terus berusaha untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bisnis asuransi, salah satunya dengan merekrut tenaga pemasaran berlisensi yang andal dan berkualitas.”

Saat ini, jumlah tenaga pemasar asuransi jiwa berlisensi ada 585.761 orang, naik 0,2 persen dari sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 90,3 persen adalah tenaga pemasar yang berasal dari saluran keagenan. Sementara itu, jumlah bancassurance ada 30.002 orang dan saluran alternatif 26.857 orang.

Menurut Nini, ada lima jenis investasi dengan proporsi terbesar terhadap total investasi pada kuartal empat 2018. Yakni investasi reksadana 33,8 persen, investasi saham 32,9 persen, investasi surat berharga negara 14,4 persen, deposito 8,6 persen, dan investasi sukuk korporasi 6,2 persen.