Tambang Nikel dan Pulau Sombori Dukung Bandara Morowali

Pariwisata sedang ditingkatkan perannya di setiap daerah, tak terkecuali di Morowali, Sulawesi Tengah. Walaupun di daerah yang kaya dengan tambang nikel ini potensi wisatanya masih belum dikembangkan optimal.

Sebut Pulau Sombori, yang masyarakat setempat menyebutnya “Raja Ampatnya Sulawesi Tengah”. Di perairan dengan gugus pulau yang menakjubkan itu masih belum dilengkapi berbagai prasarana dan sarana akomodasi yang memadai sebagai destinasi wisata unggulan. Pelabuhan dan kapal untuk angkutan wisata, termasuk akses jalannya, masih memerlukan penanganan serius untuk dikembangkan.

Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali, Moh Jafar Hamid, potensi daerah di Morowali, termasuk pertambangan dan pariwisata, siap mendukung perkembangan Bandara Maleo, yang segera diresmikan keberadaannya. “Kalau melihat potensi tambang, masih lama akan habisnya, walaupun bakal habis juga suatu saat. Karena itu, kami memang akan kembangkan wisata di sini. Pulau Sombori adalah salah satu yang menjadi unggulan,” katanya di Morowali, Selasa (27/2/2018).

Tambang nikel dengan kawasan industri bertajuk IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park) yang sudah berkembang itu mempekerjakan lebih dari 19.000 orang. Ini yang menjadi potensi unggulan daerah Morowali. Saat ini, rutin ada penerbangan carter dari IMIP dengan pesawat Cessna Caravan, yang menerbangkan pekerja ahlinya untuk memperpanjang visa ke Luwuk.

Potensi lain yang dapat mendorong pertumbuhan bandara di Morowali adalah banyaknya pergerakan masyarakat ke Palu dan Makassar. “Ketika beberapa bulan tahun lalu (2017) ada penerbangan TransNusa ke Makassar, masyarakat sampai harus menunggu satu minggu kalau akan terbang,” ungkap Jafar.

Tingginya minat masyarakat yang ingin juga ada penerbangan ke Palu, terutama untuk keperluan pemerintahan dan kunjungan keluarga, menjadi harapan Pemkab Morowali untuk segera merealisasikannya. “Apa sesudah peresmian bakal ada penerbangan lagi ya?” ucap Jafar, yang menyayangkan terhentinya penerbangan TransNusa itu.

Masyarakat Morowali dinamis dan agamis. Kebanyakan mata pencaharian peduduknya adalah bertani. Cukup banyak pula area perkebunan kelapa sawit. Dalam perkembangannya, pergerakan masyarakatnya relatif tinggi, seperti untuk aktivitas pemerintahan, pendidikan, bisnis, juga kunjungan keluarga, bahkan untuk berobat. Kota-kota besar di sekitarnya, seperti Palu, Makassar, dan Kendari, menjadi tujuannya.

Dari sisi agama Islam, yang kebanyakan dianut masyarakatnya, banyak dibangun mesjid yang besar dan bagus. Sebut masjid raya di samping gedung kantor Bupati Morowali, yang belum rampung dibangun. Tampilannya disebut masyarakat seperti Mesjid Nabawi. Bupati Morowali Anwar Hafid dan jajarannya pun mengajak pegawai pemda dan masyarakat untuk sholat tepat waktu. Bahkan pegawai pemda “diwajibkan” untuk sholat Subuh berjamaah di mesjid di samping rumah dinas bupati. “Ada finger print-nya.”

Kabupaten Morowali dengan pusat administrasi di Kota Bungku memilki sembilan kecamatan dan 133 desa/keluarahan. Luas areanya 3037,04 kilometer persegi dengan populasi penduduk 113.132 jiwa pada tahun 2016. Saat ini, prasarana transportasi darat, laut, dan udara, yang dimilikinya masih perlu dikembangkan lagi. Namun dengan akan diresmikannya Bandara Maleo, harapan masyarakat Morowali untuk mengembangkan daerahnya makin tinggi.