Industri maskapai penerbangan tidak bisa hanya mengandalkan dari penjualan tiket pesawat sebagai sumber pendapatan. Hal ini karena pendapatan dari bisnis inti (core business) tersebut sangat kecil. Oleh karena itu Garuda Indonesia mencari trobosan pendapatan selain menjual tiket pesawat.
Di antara trobosan yang dilakukan perseroan dengan melakukan inovasi-inovasi pada layanan penerbangannya untuk memperluas pendapatan.
Direktur Niaga Garuda Indonesia, Pikri Ilham Kurniansyah menyebutkan, saat ini Garuda Indonesia harus mampu memperbaiki keuangan dengan cara mengubah pola bisnis. Perseroan harus lebih menjual brand daripada tiket pesawat. Langkah yang dilakukan perseroan antaara lain menghadirkan layanan wifi dan menawarkan ruang (space) iklan.
“Pendapatan Garuda Indonesia itu kalau dari tiket mungkin untungnya paling dua persen, kecil sekali, sehingga kita harus mengubah itu. (Karena) per iklan di tv kita itu besar sekali. Kalau harga tiket itu hanya untuk memenuhi biaya operasional saja,” ujar Pikri di Hanggar 2 GMF AeroAsia, Rabu (8/5/2019) sore.
Selaras dengan Pikri, Direktur Teknik dan Layanan Garuda Indonesia, Iwan Joeniarto mengatakan bahwa industri airline itu tidak bisa hanya mengandalkan bisnis inti, tetapi harus mencari trobosan-trobosan.
“Harus mencari hal-hal yang baru, karena kita tahu margin airline itu sangat tipis. Jadi kita harus membuat ancillary revenue yang tidak hanya datang dari core business,” kata Iwan.
Dalam menghadirkan layanan wifi di pesawat sekaligus menawarkan ruang iklan, Garuda Indonesia menggandeng Mahata Aero Technologi.
“Melalui kerja sama Grup Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Technologi, perseroan dapat meningkatkan jumlah penumpang melalui new customer experience dan ancillary revenue,” sebut Iwan.
Iwan mengungkapkan, memilih bermitra dengan Mahata karena perseroan tidak perlu mengeluarkan biaya investasi untuk mendapatkan nilai tambah peningkatan layanan kepada pelanggan dengan adanya koneksi wifi tak berbayar.
“Konsep bisnis kita dengan Mahata tidak ada investasi, tidak ada cost. Jadi Mahata yang menanamkan investasi pemasangan wifi, kemudian kita menghadirkan in-flight connectivity yang tidak berbayar,” terangnya.
Mahata merupakan perusahaan startup yang dibelakangnya terdapat perusahaan besar internasional seperti Lufthansa Systems, Lufthansa Technik, Inmarsat, Aeria Interactive dan CBN.
“Mahata satu-satunya partner yang menawarkan konsep yang berbeda dengan zero investment dan revenue sharing,” imbuh Iwan.
Dijelaskan Iwan, Lufthansa Systems dan Lufthansa Technik nantinya akan menyaji penyedia alat, menyediakan perizinan, dan menyediakan sistem. “Inmarsat adalah salah satu penyedia satelit di dunia yang saat ini memiliki teknologi yang tercanggih, yaitu (frekuensi) KA (Kerzt Above) Band,” sambungnya.
Objek kerja sama ini adalah penyediaan layanan konektivitas (wifi) dalam penerbangan dan pengelolaan in-flight entertainment serta menajemen konten. Periode perjanjian kerja sama antara keduanya akan berlangsung selama 15 tahun.
“Nilai kerja sama yang disepakati adalah kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan layanan in-flight entertainment dengan nilai USD241,9juta untuk pesawat Garuda Indonesia, Citilink Indonesia dan Sriwijaya. Alokasi slot ditentukan berdasarkan aktual pendapatan iklan yang didapat,” beber Iwan.
Pada kerja sama sebelumnya, Garuda membayar biaya pemasangan wifi onboard dan in-flight entertainment, sehingga perseroan mendapatkan pendapatan tambahan yang rendah. Konsep kerja sama dengan Mahata saat ini, perseroan dapat meningkatkan pendapatan tambahan dan efisiensi biaya.
“Dengan total jumlah penumpang sebesar 48 juta orang pada tahun 2018, garuda merupakan pasar yang sangat potensial sebagai media beriklan,” tandasnya.