Belum sempurnanya pembangunan untuk pengembangan Stasiun Manggarai mengundang berbagai keluhan para penggunanya. Fasilitas di stasiun yang akan menjadi sentral kawasan transit oriented development (TOD) ini, khususnya eskalator, lift, dan tangga, yang belum memadai dan kerap rusak, menjadi pangkal keluhan itu.
Belum lagi infrastruktur dan jaringan kereta api (KA) di Jabodetabek yang juga masih belum sepenuhnya terbangun. Proyek double double track (DDT) dalam jaringan perkeretaapian di Jabodetabek misalnya, yang digagas tahun 2002, baru sebagian terselesaikan sejak mulai konstruksi tahun 2012.
Ada lima pembangunan yang akan diselesaikan terkait proyek DDT. Pertama, pembangunan jalur DDT Jatinegara-Cakung yang sudah operasi sejak tahun 2019. Kedua, dipo terpadu Cipinang beroperasi tahun 2020. Ketiga, pembangunan jalur DDT Cakung-Bekasi beroperasi Juli 2022. Keempat, pembangunan jalur DDT Manggarai-Jatinegara akan beroperasi tahun 2025, dan kelima, jalur Bekasi-Cikarang yang masih proses pembebasan tanah.
“Proyek DDT dari Manggarai sampai Stasiun Bekasi dan Cikarang Baru itu masih panjang (waktunya),” kata Zulfikri, Dirjen Perkeretaapian dalam kegiatan Ngobras (ngobrol santai) Direktorat Jenderal Perkeretaapin (DJKA) Kementerian Perhubungan tentang “Pengembangan Stasiun Manggarai” di Jakarta, Kamis (7/7/2022).

Proyek DDT bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jalur KA Jabodetabek, yang kemudian bisa melayani 2 juta pergerakan penumpang komuter per hari. Saat ini, penumpang komuter rata-rata masih 700.000-1 juta orang per hari, walau di suatu waktu sudah mencapai 1,2 juta penumpang. Target headway-nya 3 menit dan sekarang masih 5 menit, walau, kata Zulfikri, di titik-titik tertentu ada yang sudah 3 menit.
Pengembangan Stasiun Manggarai menjadi stasiun sentral pertama dan terbesar di Indonesia diproyeksikan akan menjadi episentrum baru dari pergerakan masyarakat di kawasan aglomerasi Jabodetabek. Sebelum dikembangkan, stasiun relatif sangat terbatas untuk melayani perjalanan KA dan lonjakan jumlah penumpang yang signifikan setiap tahun.
“Dengan hanya delapan jalur untuk KRL dan dua jalur untuk KA jarak jauh, Stasiun Manggarai harus menanggung beban 726 perjalanan KA setiap hari dengan total 1,2 juta penumpang, sehingga menyebabkan penumpukan dan antrian kereta untuk masuk Stasiun Manggarai,” papar Zulfikri. Bahkan saat ini, sudah mencapai 1.081 perjalanan KA setiap hari.
Nantinya, Stasiun Manggarai akan memiliki 18 jalur aktif, (sekarang masih 10 jalur) untuk melayani KRL, KA Jarak Jauh, dan KA Bandara. Dilengkapi dengan area concourse yang luas untuk mendukung mobilitas penumpang. Untuk ini, Zulfikri menyadari, akan ada ketidaknyamanan selama proses pembangunan berlangsung. “Kami memahami itu dan meminta masyarakat, khususnya pengguna jasa KA, untuk bersabar,” katanya.
Memang masih ada beberapa tahap pembangunan demi mewujudkan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral di Jakarta itu. Untuk mengatasi ketidaknyamanan para pengguna jasanya, saat ini diterapkan switch over (SO) 5 atau pemisahan arus penumpang, juga masih akan ada SO 6 dan SO 7, serta terakhir SO 8 yang akan dilaksanakan Juli 2025.

Lebih jauh lagi, untuk menata lingkungan sekitar dan menunjang operasional Stasiun Manggarai, Pemprov DKI Jakarta harus terlibat. “DJKA akan bersinergi dan terus berkoordinasi dengan Pemda DKI Jakarta terkait akses dan penataan ruang di sekitar Stasiun Manggarai. Ini untuk memaksimalkan fungsi stasiun sebagai kawasan TOD di lahan seluas 2,4 hektare,” ungkap Zulfikri. Hal ini juga termasuk integrasi antarmoda dan intramoda.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) Didiek Hartantyo mengatakan, “Kami akan mengupayakan optimalisasi prasarana, termasuk peron, pada Stasiun Manggarai untuk menunjang operasional KA agar pembangunan berlangsung dengan lancar.”
Disampaikannya pula bahwa KAI Group akan menambah KA feeder untuk KRL Commuterline serta menambah dan meningkatkan kapasitas angkut untuk mengurangi penumpukan penumpang di Stasiun Manggarai. “Kami memiliki sarana dan sumber daya manusia yang siap untuk menunjang rencana tersebut. Di samping itu juga akan memaksimalkan operasional Stasiun Matraman sebagai alternatif,” ucap Didiek.
Di sisi lain, Zulfikri juga menyampaikan, nantinya diharapkan perpindahan masyarakat dari penggunaan mobil pribadi ke transportasi publik akan terwujud. “Target Kementerian Perhubungan, 60% perpindahan itu ke moda KA pada tahun 2030. DJKA dan PT KAI berupaya untuk mewujudkan target dari RIJT (Rencana Induk Transportasi Jabodetabek) itu,” katanya.
Foto: Indoaviation