Soal Titip Bagasi, Ini 10 Catatan Hasil FGD

Mau hemat naik pesawat? Mau kirim barang murah dan cepat? Ada start up, yang memanfaatkan kapasitas tidak terpakai bagasi penumpang, yang memungkinkan keinginan-keinginan itu dilakukan. Pasalnya, fasilitas bagasi tercatat (baggage allowance) di Indonesia yang diberikan maskapai penerbangan, berdasarkan analisis dari data statistik Ditjen Perhubungan Udara tahun 2017, baru termanfaatkan sekitar 38%.

“Peluang ini dibaca oleh para pelaku usaha. Seiring perkembangan zaman, para pelaku usaha membangun bisnis yang disesuaikan dengan evolusi teknologi dan gaya hidup masyarakat modern melalui penggunaan digitalisasi dan big data. Transformasi digital dengan diiringi berbagai inovasi dan ide-ide bisnis yang lebih dinamis dalam memenuhi keberagaman kebutuhan pasar menandai munculnya suatu era baru yang dikenal dengan ‘disruptive’,” kata Rosita Sinaga, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Balitbang Perhubungan) dalam sambutan pada pembukaan FGD (Focus Group Discussion) di Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Sebenarnya maskapai penerbangan juga sudah memanfaatkan kekosongan ruang belly pesawat udaranya itu untuk pengangkutan kargo tambahan. Namun kenapa tidak kalau penumpang juga dapat memanfaatkannya dan mendapat “bonus uang” dari perjalanannya. Hal inilah yang didiskusikan dalam FGD tersebut, terutama untuk menjamin keamanan barang yang dititipkan kepada penumpang tersebut. Maka tema FGD itu pun adalah “Pengawasan Keamanan Pemanfaatan Ruang Bagasi Tercatat Pesawat Udara Yang Tidak Terpakai”.

Menurut Rosita, adanya start up yang bisa mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan dalam inovasi itu memberi peluang yang baik. Di samping bermanfaat bagi penumpang, pengirim barang, dan pelaku start up, juga bagi ekonomi nasional. Distribusi logistik barang tertentu, seperti perishable goods, dapat terdistribusi lebih cepat dengan biaya lebih murah.

“Namun kita juga wajib mengantisipasi dampak keamanan dan keselamatan yang timbul apabila peluang ini dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Maka perlu sinergi para pihak terkait serta pengaturan aspek regulasi untuk mencegah timbulnya permasalahan keamanan penerbangan di kemudian hari,” kata Rosita.

Dalam FGD itu hadir pembicara dari berbagai institusi. Dari Ditjen Perhubungan Udara diwakili oleh Direktorat Angkutan Udara dan Direktorat Keamanan Penerbangan. Dari maskapai penerbangan ada Citilink Indonesia dan Garuda Indonesia Cargo, juga dari Angkasa Pura Logistik (APL) dan Tips, start up yang memanfaatkan kapasitas tidak terpakai bagasi penumpang itu. Pembahasnya, antara lain, ada Direktur Operasi PT Angkasa Pura I, Wendo Asrul Rose, Kepala Otoritas Bandara Wilayah I Soekarno-Hatta, Bagus Sunjoyo, serta dari INACA (Indonesia National Air Carriers Association) dan IPI (Ikatan Pilot Indonesia).

Kepala Pusat Litbang Transportasi Udara Balitbang Perhubungan, M Alwi sebagai moderator mengemukakan 10 catatan dan kesimpulan hasil FGD, sebagai berikut.

Pertama, keamanan dan keselamatan adalah hal yang paling utama dalam dunia penerbangan. Maka semua aktivitas penerbangan harus tunduk kepada ketentuan yang berlaku, yaitu peraturan nasional ataupun peraturan internasional.

Kedua, ada beberapa peraturan yang terkait dengan penanganan bagasi tercatat, antara lain, ICAO Annex 17 Security: Safeguarding International Civil Aviation Against Acts of Unlawful Interference, Doc. 8973: Aviation Security Manual, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan No.80 Tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional, dan Aircraft Operator Security Program.

Ketiga, perkembangan dan inovasi teknologi beserta produknya, khususnya yang memberikan dampak positif, tidak dapat dihindari pada era disruptive ini, tapi perlu diantisipasi risiko-risiko yang dapat timbul. Selanjutnya disusun regulasi, termasuk hal-hal yang terkait dengan berkembangnya start up yang memanfaatkan ruang bagasi tercatat penumpang pesawat udara yang tidak terpakai.

Keempat, saat ini ada dua start up: Tips (Titipin Penumpang Saja) dan Triplogic, yang menghubungkan antar-stakeholders melalui online platform terkait penanganan bagasi tercatat yang telah beroperasi. Start up dengan bisnis serupa, salah satunya Airmore, telah berjalan di Amerika Serikat sejak tahun 2014 dan dapat mengurangi rantai proses dalam Service Level Agreement (SLA). Dengan demikian, pengiriman lebih cepat dan prosedur lebih singkat sekaligus dapat meningkatkan pergerakan barang dan perekonomian wilayah. Tips pun sudah bermitra dengan APL sebagai regulated agent (RA) & Citilink sebagai maskapai penerbangan. Operasionalnya tidak melanggar prosedur keamanan mana pun karena yang dilakukannya berada di luar border bandara.

Kelima, sesuai dengan ICAO Annex 17, barang yang diangkut pesawat udara harus dalam keadaan secure (memenuhi aspek keamanan penerbangan). Barang yang diangkut dalam pesawat udara wajib ada pemiliknya yang bertanggung jawab terhadap barang bawaan tersebut dan barang tersebut harus dilakukan 100% baggage screening.

Keenam, Ditjen Perhubungan Udara perlu memperhatikan kesepakatan antara penumpang dengan start up pengirim barang untuk memastikan tanggung jawab masing-masing pihak apabila terjadi risiko yang tidak diinginkan. Walaupan secara hukum yang bertanggung jawab adalah penumpang karena bagasi tercatat dibawa oleh yang bersangkutan.

Ketujuh, perlu adanya konsolidasi antar-stakeholders terkait pola kerja sama yang dibutuhkan antara start up, RA, dan maskapai penerbangan. Saat ini, Garuda telah memanfaatkan ruang kosong bagasi tercatat sebagai excess baggage & addition cargo. RA sebagai security assurance untuk setiap barang yang menjadi objek transaksi harus menjamin keamanan bagasi dengan melakukan screening, sealing, dan mobilisasi barang ke bandara ataupun ke pelanggan.

Kedelapan, RA tidak tersedia di semua bandara. Ketersediaan peralatan dan personel keamanan di setiap bandara juga tidak seragam. Maka praktik start up perlu dievaluasi pada masing-masing bandara, termasuk rute yang dinilai siap untuk menghadapi perkembangan model bisnis baru tersebut. Ditjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan daftar (rekomendasi) rute penerbangan yang dapat melayani jasa bisnis tersebut dengan memperhatikan kesiapan profesionalitas petugas dan fasilitas x-ray di bandara asal dan tujuan.

Kesembilan, perlu dilakukan pembinaan berupa pengawasan kepada pihak start up demi menjamin barang yang dikirim sudah melalui proses pemeriksaan demi aspek keamanan dan keselamatan penerbangan. Bentuk pengawasan itu, antara lain, kualitas fasilitas dan peralatan di bandara, kontrol terhadap keamanan barang, pergerakan barang termasuk asuransi ketika ada kerusakan atau kehilangan, serta status penumpang sebagai pembawa barang titipan. Pengawasan tersebut perlu dituangkan dalam regulasi tertentu.

Kesepuluh, masyarakat perlu diedukasi sebagai bentuk kesadaran pentingnya keamanan dan keselamatan penerbangan terkait dengan pembawaan atau pengangkutan barang beserta dengan tanggung jawab hukum yang melekat.

CEO Tips, Vincent Kusuma mengatakan, sejak dua tahun lalu pihaknya membuat aplikasi untuk pemanfaatan bagasi tercatat yang tak terpakai itu. “Kenapa baru-baru ini saya luncurkan? Karena saya ingin semuanya berjalan sesuai dengan prosedur yang benar,” ujarnya. Dia menambahkan, walaupun titipan barang itu menjadi tanggung jawab penumpang, tapi pihaknya tak akan lepas tangan. Lagi pula, katanya, pengamannya sudah diupayakan berlapis

Sejak sebulan lalu Tips diluncurkan dengan melakukan uji coba penerapannya di lapangan. “Responsnya positif,” ucap Vincent. Maka sekarang Tips mulai dioperasionalkan untuk rute Jakarta-Surabaya pp, Surabaya-Denpasar pp, dan Jakarta-Denpasar pp. Caranya, penumpang yang bersedia dititip bagasi harus mengunggah aplikasi Tips, begitu juga yang akan menitipkan bagasi.

“Saya setuju karena itu merupakan hak orang untuk memanfaatkan bagasinya. Namun yang menjadi pokok utama adalah tentang safety-nya karena orang titip barang kan yang dititipnya tidak tahu itu barang apa. Ini yang harus diperhatikan. Maka SOP (Standard Operational Procedures)-nya harus diperhatikan betul. Jika operasionalnya sudah ter-cover dengan baik, ya bisa disetujui,” ujar Sigit Muharsono, Direktur Kargo dan Niaga Internasional Garuda Indonesia ketika ditemui di Garuda City Center, Tangerang, Kamis (6/9/2018).