Penerbangan ke beberapa daerah di Papua kerap terhenti karena alasan keamanan. Para pengganggu keamanan di daerah-daerah itu seringkali “menduduki” lapangan terbang atau bandar udara, yang mengganggu operasi penerbangan.
“Kalau ada situasi atau kasus yang mengganggu keamanan, mereka larinya ke bandara. Di bandara itu kan bisa menjadi perhatian orang,” kata Usman Effendi, Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara (OBU) Wilayah X Mopah, Merauke, usai pembukaan Program Padat Karya Ditjen Perhubungan Udara di Merauke, Kamis (4/4/2019).
Soal keamanan juga menjadi kendala untuk inspeksi rutin yang dilakukan OBU Wil. X. “Inspeksi itu kita laksanakan inginnya semua, tapi tak mungkin. Tahun lalu ada empat bandar udara yang tidak kita inspeksi karena alasan keamanan. Kalau ada informasi soal keamanan itu tidak kondusif, kita tidak ke sana. Seperti di Nduga, saya sudah ke sana, tapi tiga hari kemudian terjadi lagi (situasi tak aman),” ujar Usman.
OBU Wil. X Mopah, Merauke, membawahi 35 Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) dan lima Satuan Pelaksana (Satpel) bandara. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara, ada 200-an lapangan terbang di wilayah Papua, yang juga menjadi tanggung jawab tugasnya.
“Kalau data berdasarkan surat dari Gubernur Papua yang terbaru, ditambah dengan yang baru-baru, jumlahnya jadi 534 lapangan terbang. Di sini memang paling banyak lapangan terbangnya,” tutur Usman. Karena terlalu banyak, dua bandara, yakni UPBU di Nabire dan Bandara Frans Kaisiepo di Biak dimasukkan ke OBU Wil. IX Rendani, Manokwari, Papua Barat, yang melingkupi 18 bandara.
Usman menjelaskan, OBU Wil. X memiliki 23 inspektur dari berbagai kompetensi, yakni inspektur bandara, keamanan penerbangan, angkutan udara, kelaikudaraan, dan pelayanan darurat. Di antaranya, ada empat inspektur perempuan, yaitu satu inspektur bandara dan tiga inspektur keaamanan penerbangan.
Baru-baru ini, kata dia, diperbantukan juga empat asisten inspektur dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU). Jadi, dari lima inspektur kelaikudaraan menjadi sembilan inspektur.
“Untuk wilayah kerja seluas ini jumlah inspektur memang masih kurang. Kompetensinya pun harus terus ditingkatkan, walaupun mereka secara rutin ikut pelatihan di Jakarta,” ucap Usman.
Digambarkannya pula bahwa pengawasan penerbangan di Papua masih harus terus ditingkatkan, terutama untuk menjamin keselamatan dan keamanan. Dua hal yang masih menjadi hambatan adalah masih kurangnya konsistensi terhadap pelaksanaan regulasi. Satu lagi adalah lisensi yang seringkali sudah tidak berlaku atau expired.
“Seringkali mereka terlambat memperpanjang lisensinya. Kalau sudah expired jadinya sulit, harus dari inisial lagi,” ungkap Usman, yang bersama jajarannya terus melakukan pengawasan agar pelaku sektor penerbangan di Papua taat aturan.