Keberadaan ojek online dan taksi online atau ojek dan taksi daring sudah menjadi moda pengumpan (feeder) angkutan umum atau moda raya. Namun hal ini belum diintegrasikan secara sistematis karena belum diatur oleh Undang-undang.
“Studi menunjukkan bahwa angkutan online roda-dua difungsikan sebagai feeder moda raya, seperti TransJakarta dan MRT. Namun demikian belum dapat diintegrasikan secara sistematis karena belum ada aturannya,” kata Harya S. Dillon (Koko), Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), di Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Penataan angkutan dalam jaringan (daring), kata Koko, dalam hubungannya dengan integrasi moda transportasi publik harus dilakukan melalui regulasi. “Kita sering lupa bahwa sebelum ada aplikasi, angkutan roda-dua sudah beroperasi di luar regulasi. Teknologi telah membuka peluang untuk meregulasi secara efektif,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen – Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB) Prawira F. Belgiawan (Fajar) menyarankan agar pemerintah mengatur dengan baik motorcycle taxi ataupun mobile bike rent sharing (MBRS). “Pemerintah bisa mempertimbangkan kedua moda tersebut sebagai bentuk angkutan umum dengan persyaratan khusus,” ujarnya.
Fajar juga mengatakan, pembuat kebijakan sebaiknya memusatkan perhatian pada peningkatan pemeliharaan angkutan umum. “Karena kami menemukan bahwa MBRS dapat mendukung keberadaan angkutan umum,” ujarnya. Temuan ini diperoleh dari hasil survei dan penelitian yang sudah dipublikasikan di jurnal transportasi.
Namun, kata Fajar, “Sebaiknya layanan transportasi umum dan layanan MBRS itu terintegrasi. Misalnya, dengan mengintegrasikan sistem tiket, kemudian memberikan diskon tiket terintegrasi dan menyediakan aplikasi layanan terintegrasi.”
Di sisi lain, ada dugaan terjadi tarif predator (predatory pricing) di industri transportasi online dengan cara predatory promotion. “Predatory promotion bisa jadi sangat berbahaya karena ditujukan agar mematikan pesaing dan mengarah ke persaingan tidak sehat. Promosi oleh perusahan transportasi online cenderung membakar sebagai modal untuk penguasaan pangsa pasar,” jelas Harryadin Mahardika, Ekonom dari Universitas indonesia (UI).
Maka Harryadin merekomendasikan pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengawasi persaingan di industri transportasi perkotaan, terutama transportasi online. “Khususnya untuk menemukan indikasi-indikasi praktik predatory pricing yang mengarah ke persaingan usaha tidak sehat. KPPU juga perlu mendukung upaya-upaya positif pemerintah dalam menjaga keberlanjutan industri transportasi online,” tuturnya.