Era satelit sudah lama berlalu. Dimulai sejak satelit buatan manusia pertama, Sputnik 1 dari Uni Soviet diluncurkan pada 4 Oktober 1957 dan satelit pertama Amerika Serikat, Explorer 1 diorbitkan pada 31 Januari 1958. Namun teknologi konservatif yang punya standar dan aturan main khusus secara internasional ini masih dibutuhkan hingga sekarang, bahkan beberapa tahun ke depan.
Indonesia pun masih sangat membutuhkan satelit, bahkan harus memilikinya. Hari ini (8 Juli 2021), tepat 45 tahun Palapa A1, satelit pertama milik Indonesia diorbitkan dari Cape Canaveral, AS. Dari momen bersejarah inilah, diikuti satelit-satelit milik Indonesia selanjutnya, Badan Aksesibiltas Telekomunikasi dan Informal (Bakti) Kominfo pun bakal menambahnya dengan satelit multifungsi, SATRIA (Satelit Republik Indonesia).
“Indonesia akan meluncurkan tiga SATRIA dengan rentang waktu tahun 2023-2030,” ujar Anang Latif, Direktur Utama Bakti Kominfo dalam webinar “Satelit Republik Indonesia (SATRIA) untuk Konektivitas Digital National”, Rabu (7/7/2021).

SATRIA akan melengkapi program Base Transceiver Station (BTS) 4G di lokasi yang tidak terjangkau sinyal tower BTS dan Palapa Ring yang telah diluncurkan pada tahun 2019. Memang dalam membangun dan menyediakan infrastruktur telekomunikasi di wilayah nonkomersial, Bakti Kominfo tidak hanya membangun BTS di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), tapi juga menyediakan satelit multifungsi.
Menurut Anggota Dewan Profesi dan Asosiasi Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kanaka Hidayat, satelit menjadi pilihan terakhir dan satu-satunya teknologi yang dapat menjangkau daerah pinggiran yang tidak terjangkau teknologi terrestrial. “Satelit merupakan teknologi konservatif yang memiliki standar dan aturan main khusus yang diatur secara internasional tapi masih terus dibutuhkan hingga sekarang,” jelasnya.

Berdasarkan hasil penelitian tahun 2017, terdapat kurang lebih 150.000 titik layanan publik di Indonesia yang belum terkoneksi internet. Padahal sudah 20 tahun operator telekomunikasi hadir, tapi masih menyisakan daerah-daerah yang tidak terjagkau sinyal. Indonesia pun hanya berada di urutan 111 ITU ICT Development Index pada tahun 2017.
Menjadi tugas Bakti Kominfo agar daerah-daerah tak terkoneksi internet itu terjangkau sinyal BTS. Satelit multifungsi SATRIA, yang rencananya diluncurkan November 2023, bakal menjadi jawabannya.
SATRIA merupakan proyek strategis nasional berskema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pola pembayaran ketersediaan layanannya selama 15 tahun. Skema tersebut memiliki keunggulan jaminan proyek melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia.

Anang Latif menjelaskan, SATRIA 1 memiliki kapasitas 150 Gbps dengan kecepatan internet 1 Mbps per titik lokasi. Mengadopsi teknologi High Throuhput Satellite (HTS), slot orbit 146E dan orbit raising electric.
“Saat ini SATRIA 1 masih dalam proses produksi di Prancis oleh perusahaan Tales Alemania Space dengan roket peluncur Space X Falcon 9-5500 produksi Amerika Serikat. Rencana peluncurannya pada November 2023 di Florida,“ tutur Anang.
Secara teknis, SATRIA 1 dapat menyediakan kuota 1,14 GB per pengguna/bulan untuk melayani akses internet di 150.000 titik layanan publik. Terdiri dari fasilitas sekolah/pesantren (93.900 titik), pemda/kecamatan/desa (47.900 titik), kantor polisi/TNI di wilayah 3T (3.900 titik), puskesmas/rumah sakit (3.700 titik), serta layanan publik lain (600 titik).