Assalamualaikum semua …
Pada puncak peringatan 42 tahun berdirinya PT Dirgantara Indonesia (PTDI), yang dikukuhkan tahun 1976, disebutkan bahwa pesawat N219 Nurtanio merupakan primadona. Di area acara di Hanggar Rotary Wing Kawasan Produksi II PTDI, Bandung, N219 Nurtanio terlihat gagah diapit helikopter-helikopter.
Saya sering bertanya-tanya, sampai sejauh mana pembangunan pesawat rancangan PTDI dan Lapan ini setelah terbang perdana pada 16 Agustus 2017? Lebih dari setahun setelah terbang perdana, berapa jam terbang yang sudah dibukukannya? “Sampai sekarang sudah 30-an jam terbang,” kata Arie Wibowo, Direktur Produksi PTDI di Bandung, tadi (12/9/2018) siang.
Belum sampai 50 jam terbang? Kan sudah ada dua pesawat prototipe? “Belum. Pesawat kedua juga belum terbang. Nanti Oktober (2018) baru akan terbang,” jawab Arie. Pesawat kedua juga ternyata tidak memenuhi target waktu terbangnya karena sebelumnya PTDI menyebut kalau pesawat prototipe kedua bisa selesai April 2018.
Setelah keduanya bisa terbang, kata Arie, penambahan jam terbang akan lebih cepat. “Inginnya dua hari sekali bisa terbang. Bahkan kalau tak ada masalah, bisa tiap hari terbang satu-dua jam,” ucapnya.
Pilot uji untuk menerbangkan dua prototipe itu ada dua orang, yakni Capt Esther Gayatri Saleh dan Capt Adi Budi. Maka 300-an jam terbang bisa dibukukan N219 Nurtanio dan kuartal pertama tahun 2019 bisa dapat sertifikasi dari DKPPU (Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara) Ditjen Perhubungan Udara.
Jadi, kapan penyerahan kepada pelanggan pertama, Pelita Air Service? “Akhir tahun 2019 sudah delivery dan dioperasikan. Itu targetnya,” ungkap Arie. Tahun pertama PTDI akan produksi enam N219 Nurtanio, selanjutnya dua kali lipatnya dan seterusnya akan bertambah.
Sebelumnya, Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro memaparkan kebutuhan pesawat terbang sekelas N219 Nurtanio dalam 10 tahun ke depan. Untuk pasar domestik kebutuhannya 235 pesawat dan pasar internasional 297 pesawat.
Apakah bisa dalam tahun pertama memroduksi enam pesawat N219 Nurtanio? “Dari sekarang kita sudah membuat struktur untuk empat pesawat. Segera setelah mendapat sertifikasi bisa langsung produksi,” jelas Arie.
Semangat untuk mewujudkan pesawat baru hasil karya anak bangsa tersebut patut mendapat dukungan penuh dari semua unsur bangsa. Apalagi disampaikan Elfien bahwa PTDI ingin menjadi yang terdepan sebagai manufaktur pesawat turboprop kecil dan ringan di Asia Pasifik, khususnya di Asia Tenggara.