Direktur Badan Federal Rusia untuk Kerja Sama Militer-Teknis (FSVTS), Dmitry Shugayev menegaskan bahwa rencana pengadaan pesawat tempur multiperan Sukhoi Su-35 ‘Flanker-E‘ untuk dioperasionalkan TNI Angkatan Udara (AU) masih “aktif”.
Dikutip dari janes.com (Senin, 16/3/2020), Shugayev juga dengan tegas membantah pemberitaan yang ramai di berbagai media bahwa Indonesia di bawah tekanan sanksi Amerika Serikat (AS) telah membatalkan kesepakatan untuk membeli 11 jet tempur generasi 4,5 buatan Rusia.
“Tidak ada pembatalan resmi (dari Indonesia terkait) pesanan (Su-35). Kami belum menerima surat apa pun mengenai masalah ini dan belum diberitahu tentang itu” cetus Shugayev, seperti dikutip kanal berita Russia 24, Senin (16/3/2020).
Shugayev mengatakan Indonesia masih tertarik untuk mengakuisisi Su-35. Dia pun berharap kontrak tersebut akan dilaksanakan. Namun dia tidak membeberkan penjelasan lebin lanjut terkait perkembangan kontrak tersebut.
Sebelumnya, seperti dikutip Bloomberg, rumor pembatalan ini muncul setelah seorang pejabat Indonesia yang tak ingin disebutkan namanya menuturkan pihak AS telah menegaskan bahwa pemerintah Indonesia bisa dijatuhkan sanksi jika terus melanjutkan kontrak pembelian 11 unit Su-35 dari Rusia seharga USD1,1 miliar.
Baca Juga:
Purnawirawan TNI AU: Jangan Terlalu Berharap dengan Su-35
Mantan Danskadron 11 Akui Rafale yang Diminati Prabowo Sangat Superior
Pejabat yang mengklaim mengetahui kontrak pembelian jet tempur itu mengatakan bahwa sejumlah rekan telah berulang kali mempertanyakan mengapa Indonesia tidak boleh membeli jet tempur Rusia dalam beberapa pertemuan dengan pihak AS dan menteri pertahanan Negeri Paman Sam.
Pejabat itu juga mengatakan bahwa, pada Februari lalu, Washington juga menekan Indonesia untuk meninggalkan pembicaraan dengan Cina untuk mendapatkan beberapa kapal patroli angkatan laut dengan nilai kontrak sekitar USD200 juta.
Kemudian pejabat itu menyebutkan bahwa pejabat AS dengan gampangnya mengatakan bahwa hal itu (tekanan) adalah kebijakan Washington.
Amerika memang memiliki undang-undang yang dapat menjatuhkan sanksi terhadap negara lain, terutama negara mitra, jika kedapatan menjalin transaksi alat utama sistem pertahanan (alutsista) dengan rival AS.
Undang-undang (UU) itu adalah Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). UU itu berlaku bagi Rusia dan beberapa negara lain yang juga dianggap AS ancaman seperti Cina.
Tak hanya memerintahkan Indonesia untuk membatalkan kontrak pembelian Su-35 dari Rusia, pihak AS juga menawarkan Indonesia untuk membeli F-16 buatannya.
Namun, pejabat Indonesia mengungkapkan Jakarta tengah mencari cara bernegosiasi dengan AS untuk membeli F-35.
Indonesia disebut tertarik membeli F-35 karena jet tempur itu dikembangkan dalam program Joint Strike Fighter dengan negara-negara lain. Program yang dipimpin AS itu juga diikuti oleh Inggris, Italia, Belanda, Australia, Kanada, Denmark, dan Norwegia.
Sementara itu, CNNIndonesia.com (17/3/2020) melaporkan bahwa Kedutaan Besar Rusia di Jakarta tak segera dapat menjawab pertanyaan terkait isu kontrak pembelian Su-35 oleh Indonesia.
Duta Besar RI di Moskow, Wahid Supriyadi, menjelaskan bahwa seluruh keputusan pembelian ada di Jakarta. Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, menjelaskan bahwa keputusan akuisisi alutsista tersebut berada di Kementerian Pertahanan RI.
Pada Februari lalu Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva pernah mengatakan bahwa sanksi merupakan strategi AS dalam persaingan industri pertahanan. Namun, dia meyakini sanksi AS tidak akan mencegah dan menghentikan Indonesia membeli peralatan militer Rusia.