Rusdi Kirana: Insentif Tak Penting yang Penting Rencana ke Depan

Pemerintah berencana akan memberikan insentif untuk maskapai penerbangan. Hal ini diwacanakan untuk mengurangi kerugian akibat ditutupnya rute penerbangan ke destinasi-destinasi di Cina, menyusul epidemi virus corona.

Apa pandangan pendiri Lion Air Group yang juga Duta Besar RI di Malaysia, Rusdi Kirana mengenai insentif tersebut? Apa pula keinginannya agar penerbangan di Indonesia berkembang? Ini petikan jawabannya usai acara pemberian penghargaan Adikarya Dirgantara Adhirajasa bagi awak penerbangan Batik Air di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (17/2/2020) malam.

Seperti apa insentif yang akan diberikan itu?
– Belum ada komunikasi. Kita belum tahu angkanya berapa. Baru wacana. Kita harapkan insentif itu berupa pengurangan biaya untuk (operasional penerbangan di) bandara, PPN yang sekarang 10 persen menjadi 5 persen. Ini supaya tiket bisa lebih turun harganya.

Apakah memang ada kerugian karena tidak terbang ke Cina?
– Kalau dari kita sebenarnya simpel. Cost kita plus keuntungan, itu yang diserahkan ke calon pembeli. Kalau terlalu tinggi, yang beli gak ada. Jadi, airline ya rugi. Kita jadi gak bisa bayar pajak. Yang kita harapkan, pemerintah mengurangilah harga minyak (avtur). Kita terlalu tinggi. Bukan hanya soal penerbangan ke Cina yang menjadi alasan untuk memberikan insentif. Kita harapkan ke depannya harga minyak kita jangan terlalu besar. Keuntungan Pertamina dikurangilah.

Berapa potensi kehilangan dari penerbangan ke Cina yang ditutup?
Airline kita dikarunia domestic market yang besar. Menutup penerbangan ke Cina itu gak masalah karena bisa ditutup sama domestik. Kalau di Hongkong, Malaysia, Vietnam, itu berdampak besar karena mereka gak punya domestic market. Kalau pemberian insentif itu karena alasan penutupan penerbangan ke Cina, kita gak perlu. Frekuensi penerbangan ke Cina itu kecil banget. Semua, 40 penerbangan per minggu, kita alihkan. Di sini gak ada corona.

Jadi, bagaimana pandangannya tentang pemberian insentif itu?
– Kita senang dikasih insentif, tapi masalahnya gak hakiki. Yang hakiki adalah future; ke depan. Kalau kita gak bisa kompetitif, gak bisa bawa wisatawan. Saya punya airline di Malaysia, namanya Malindo Air. Satu jam Malindo terbang dengan satu jam Batik Air terbang, lebih mahal Batik. Satu jam Lion Air terbang, lebih mahal dari satu jam terbang ThaiLion di Thailand. Pemberian insentif itu, kita terima kasih, tapi gak penting itu. Yang penting adalah rencana ke depan. Karena kita; mau ada corona, ada coroni, gak masalah. Kita besar di domestik.

Apa saja yang membuat maskapai kita tidak kompetitif?
– Mahalnya. Bea masuk suku cadang, mahal. Jadi, bengkel (perawatan pesawat) di Indonesia juga gak berkembang. Gak kayak di Singapura dan Hongkong. Sebenarnya soal spare part ini bukan persaingan, hanya membuat cash flow kita lebih besar. Jadi saya tidak perlu kirim (pesawat) untuk perbaikan di luar (negeri). Kita bisa perbaiki di dalam negeri. Sekarang saya harus stand by spare part banyak dan itu membuat cash flow-nya sedikit. Tenaga kerja juga terdampak karena untuk pengadaan komponen itu setengah mati. Belum harga minyak.

Berapa besar komponen avtur itu untuk operasional penerbangan?
– Lebih dari 40 persen. Harga di Jawa misalnya Rp9.000 (per liter), di Ambon Rp12.000. Di kampung-kampung di Timur itu, lebih besar lagi. Kita bilang ke Pertamina: sudahlah, gak usah turunkan harga tapi tetap untung. Kalau Pertamina tetap mau untung begitu besar, sudahlah kita gak bisa apa-apa.

Maksudnya, harga avtur harus sama?
– Begini, turunkan harga minyak di Timur itu, tapi di Jawa gak usah. Di Saumlaki, Melanguane, Wamena, Jayapura, buatlah kayak di Jawa. Ini terbalik, orang Timur yang disuruh subsidi orang Jawa. Atau kalau mau, di Jawa saja yang dinaikkan harga minyaknya, di Timur diturunkan.

Kalau harga avtur satu harga, tarif penerbangan di Timur bisa turun?
– Iya otomatis kita turunkan. Penumpang akan naik, pasti. Kan ada istilah “trade follow the train”.

Lion Air Group akan mengembangkan pasar ke luar negeri?
– Kita akan ekspansi Jakarta-Istanbul (Turki) tahun ini (2020). Bagus dia punya orang, setelah umrah berangkat ke Istanbul, ke India, atau ke Srilanka, Bangladesh, dan Pakistan. Kita sudah proses dan tahun ini akan dibuka. Asia Selatan kita juga lagi proses.