Terkait kritik dari pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen soal runway 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Angkasa Pura II (AP II) selaku pengelola angkat bicara.
Perseroan mengatakan bahwa pada dasarnya pembangunan runway 3 sudah direncanakan sejak lama. Selain itu, juga telah melalui tahapan diskusi, koordinasi dengan seluruh pihak terkait serta melalui kajian yang ditetapkan dalam pola induk dan mendapatkan persetujuan regulator.
Dalam siaran pers perseroan (13/1/2020), disebutkan bahwa landas pacu dengan dimensi 3.000 x 60 meter tersebut telah melayani 864 pergerakan pesawat sejak beroperasi penuh pada 20 Desember 2019 hingga 6 Januari 2020. Dengan rincian, 587 pergerakan penerbangan domestik dan 277 pergerakan penerbangan internasional.
VP of Corporate Communication AP II, Yado Yarismano mengatakan pengoperasian runway 3 tak lepas dari koordinasi yang erat di antara seluruh pemangku kepentingan, yakni AirNav Indonesia, maskapai, serta masyarakat.
“Dioperasikannya runway 3 jelas membuat Bandara Soekarno-Hatta memiliki ruang lebih di sisi udara, sehingga dapat lebih efektif dalam melayani take off dan landing pesawat,” kata Yado, Senin (13/1/2020).
Kata dia, hal ini cukup terasa di saat musim puncak periode angkutan akhir tahun 2019 dan tahun baru 2020. “Soekarno-Hatta dapat dengan lancar melayani penerbangan yang lebih sibuk dibandingkan dengan kondisi normal,” imbuhnya.
Yado menjelaskan, dengan adanya tiga runway, east connecting taxiway (ECT) dan west connecting taxiway (WCT) semakin mengoptimalkan peningkatan keselamatan penerbangan, serta efisiensi dan kapasitas penerbangan.
“Keselamatan penerbangan meningkat karena Soekarno-Hatta jelas memiliki ruang lebih di sisi udara. Efisiensi juga meningkat seiring dengan berkurangnya jumlah antrian pesawat di taxiway dan di udara (airborne holding). Jarak tempuh taxi dari apron ke runway atau sebaliknya juga lebih dekat dan semakin variatif.”
“Kapasitas runway semakin meningkat karena berkurangnya spacing antar-pesawat dan turunnya waktu di runway (runway occupancy time),” jelas Yado.