Retakan Ditemukan pada Boeing 737NG Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air

Pesawat Boeing 737 Sriwijaya Air di Bandara Internasional SAMS Balikpapan.

Direktorat Kelaikudaran dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) menemukan adanya crack atau retakan pada satu Boeing 737NG Garuda Indonesia dan dua 737NG yang dioperasikan Sriwijaya Air. Demikian disampaikan oleh Direktur DKPPU, Avirianto, setelah melakukan inspeksi khusus atas pesawat 737NG yang beroperasi di Indonesia.

Kata Avirianto,  berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh DKPPU per tanggal 10 Oktober 2019, terdapat crack pada salah satu dari 3 pesawat B737NG milik Garuda Indonesia yang berumur melebihi 30.000 Flight Cycle Number (FCN). DKPPU juga menemukan  crack pada dua B737NG Sriwijaya Air dari 5 pesawat yang berumur lebih dari 30.000 FCN. Sementara itu, DKPPU tidak menemukan adanya retakan pada 737NG yang dioperasikan oleh  Batik Air dan Lion Air karena keduanya tidak memiliki pesawat yang berumur melebihi 30.000 FCN.

Inspeksi khusus yang dilakukan oleh DKPPU merupakan tindak lanjut dari FAA Airworthiness Directives (AD) Nomor 2019-20-02 terhadap pesawat Boeing B737NG perihal Unsafe Condition.  AD dari FAA ini dikeluarkan setelah FAA menemukan adanya retakan pada  frame fitting outboard chords and failsafe straps adjacent to the stringer S-18A straps. Retakan ini diprediksi dapat  mengakibatkan kegagalan Principal Structural Element (PSE) pada pesawat saat penerbangan berlangsung.

Menindaklanjuti Airworthiness Directives yang dikeluarkan FAA, DKPPU melakukan inspeksi terhadap seluruh B737NG yang beroperasi di Indonesia. Inspeksi yang dilakukan DKPPU dilakukan terhadap seluruh  B737NG dengan umur akumulasi lebih dari 30.000 FCN, B737NG dengan umur akumulasi lebih dari 22.600 FCN, dan lanjutnya DKPPU akan melakukan inspensi terhadap pesawat jenis ini setiap 3.500 FCN secara berkala.

“Saat ini maskapai yang mengoperasikan pesawat B737NG adalah Garuda Indonesia sebanyak 73 pesawat, Lion Air sebanyak 102 pesawat, Batik Air sebanyak 14 pesawat, dan Sriwijaya Air sebanyak 24 pesawat, kata Avirianto.

Berdasar hasil inspeksi tanggal 10 Oktober 2019, DKPPU memerintahkan kepada operator untuk menghentikan operasional pesawat yang terindikasi mengalami retakan.  Saat ini operasional pesawat telah diberhentikan dan menunggu rekomendasi lebih lanjut dari Boeing sebagai produsen pesawat itu.