Dua purwarupa pesawat N219 sudah melakukan uji terbang lebih dari 100 jam dalam tujuh bulan pada tahun 2019. “Purwarupa N219 yang pertama sudah mengantongi 51 jam terbang, sedangkan yang kedua sekitar 50 jam terbang,” kata Palmana Banandhi, Manager Program N219 PT Dirgantara Indonesia (PTDI), usai menjadi pembicara dalam seminar nasional kebijakan penerbangan dan antariksa di Bandung, Selasa (13/8/2019).
Menurut Palmana, uji terbang purwarupa pertama N219 sebelum tahun 2019 hampir 100 jam dari mulai terbang perdana 16 Agustus 2017. Dengan demikian, pesawat yang dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama PTDI ini menjadi hampir 200 jam terbang.
“Sebelum tahun 2019, uji terbang N219 itu adalah untuk research and development. Kalau yang sekarang ini adalah development atau pengembangan untuk sertifikasi,” ucap Palmana, yang menegaskan bahwa PTDI berupaya keras agar akhir tahun ini, N219 bisa memperoleh sertifikasi dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Akhir tahun 2019 memang merupakan batas akhir proses sertifikasi itu. Jika target tadi tidak terpenuhi, “Kami akan mengajukan perpanjangan. Kami belum tahu, tapi kami upayakan tahun ini N219 meraih sertifikasi,” ucap Palmana. Untuk meraih sertifikasi, di antaranya memenuhi kuantitas uji terbang lebih dari 300 jam.
Pesawat N219, yang diberi nama “Nurtanio” oleh Presiden Joko Widodo, adalah pesawat propeller berkapasitas 19 penumpang. Pesawat dibangun dan bakal diproduksi untuk pasar penerbangan perintis atau ke pelosok-pelosok terpencil, terutama di wilayah timur Indonesia. Palmana mengatakan, ada 205 rute penerbangan perintis di Indonesia yang membutuhkan 95 pesawat sekelas N219.
Foto: PTDI