Punya UAS Canggih untuk Kargo Udara, Garuda Akui Tak Bisa Jalani Sendiri

Garuda Indonesia kini tengah mengembangkan bisnis kargo udaranya dengan mempersiapkan pemanfaatan wahana terbang tanpa awak (unmanned aerial systems/ UAS). Pesawat tak berawak yang akan digunakan adalah UAS Beihang Harbin BZK-005.

UAS tersebut memiliki kapasitas daya angkut hingga 2,2 ton. Dengan kecepatan jelajah 300 km/ jam, BZK-005 mampu terbang hingga ketinggian 5.000 mdpl dengan daya operasional hingga 4 jam. Daya jangkauan terbangnya mampu tembus hingga 1.200 km dan mampu lepas landas dan mendarat pada landasan sepanjang 600 meter.

Maskapai pelat merah ini berambisi untuk bisa memberikan layanan sesuai permintaan (on-demand) dengan menggunakan UAS demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun demikian, pihak manajemen maskapai akui bahwa misi tersebut tidak bisa dicapai tanpa keterlibatan entitas lain.

Skema masa depan jasa kurir dan layanan pos yang dirancang Garuda Indonesia.

“Bagaimana untuk meng-improve-nya, kita sama-sama (entitas lain) membentuk suatu ekosistem logistik yang baik. Garuda tidak bisa (menjalankan) sendirian, nanti ada kerja sama dengan Angkasa Pura, regulator, layanan kurir. Sama-sama kita bangun (ekosistem logistik), bagaimana untuk menghadapi kelemahan-kelemahan yang ada,” tutur Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha, Muhammad Iqbal di Jakarta, Selasa (22/10/2019) siang.

Iqbal menjelaskasn, Misi dari Garuda Indonesia ke depan adalah untuk mengembangkan angkutan logistik udara dengan memperpendek waktu pengiriman barang. Maskapai berharap mampu mengantarkan pengiriman barang dari Sabang sampai Merauke dalam 24 jam.

“Ini adalah challenge kita,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (22/10/2019) siang.

Iqbal menjabarkan bahwa tantangan tersebut ada tiga. Pertama adalah efisiensinya rendah (low efficiency), kemudian waktu pengiriman lambat (slow delivery time) dan terakhir layanan yang minim (poor service).

Dia menjelaskan efisiensinya rendah karena mata rantai logistik yang panjang. Pengiriman lambat, karena pengiriman reguler dari jasa ekspedisi yang ada dengan durasi antara 3-7 hari. “Enggak ada yang nawarin hari ini bisa sampai atau besok bisa sampai. Kalaupun ada itu mahal harganya, per kilo bisa Rp300ribu untuk same day service,” imbuhnya.

Kemudian poor service, alias barang yang dikirim tidak bisa dilacak pergerakannya. “Apalagi kalau sudah masuk bandara. Ini yang harus kita hadapi,” ungkapnya.

Iqbal mengatakan, di sisi lain, pertumbuhan permintaan jasa logitik udara tumbuh 11 persen per tahun. “Apalagi kalau e-commerse, itu (pertumbuhannya) 50 persen per tahun.”

Dia menegaskan, ketika Garuda sudah bisa menghadirkan layanan kargo udara hanya dalam tempo 24 jam, maka masyarakat bisa mengirimkan barang secara on-demand. “Artinya masyarakat kalau mau mengirimkan barang sekarang, ya sekarang itu juga dijemput barangnya, bukan besok. Itu yang pertama.”

Kedua adalah smart supply chain service. Menurutnya, rantai pengiriman barang itu harus smart, dalam arti seamless atau tidak banyak efisiensi yang hilang. Sehingga produktifitasnya menjadi tinggi. Terakhir adalah technology driven platform. Dengan platform ini pergerakan barang bisa dimonitor dengan baik.

Full controllable kepada yang mengirimkan barang, sehingga bisa tahu barangnya dia di mana. Ini semua bisa terlaksana kalau kita bisa membuat ekosistem yang terkolaborasi dengan baik satu sama lain,” tandasnya.