Proyek pembangunan Kereta Api Makassar-Parepare berskema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) mendapat dana segar sebesar Rp2,1triliun.
Hari ini (Jum’at, 5/4/2019) di kantor Kementerian Perhubungan RI telah dilaksanakan penandatanganan sejumlah perjanjian untuk proyek tersebut.
Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dilakukan antara Direktur Jenderal Perkeretaapian, Zulfikri dengan Direktur Utama PT Celebes Railway Indonesia (CRI), Bandung Sasmitoharjo. Sementara penandatanganan Perjanjian Penjaminan dilakukan antara Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), Armand Hermawan dengan Direktur Utama CRI. Kemudian penandatanganan Perjanjian Regres antara PT PII dengan Kementerian Perhubungan.
Proyek KPBU Kereta Api Makassar – Parepare ini memiliki nilai investasi belanja modal Rp1triliun dan biaya operasi Rp1,1triliun dengan masa konsesi selama 18,5 tahun.
Proyek ini akan melayani 5 Kabupaten/Kota di provinsi Sulawesi Selatan, muali dari Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Barru, Kota Makassar dan Kota Parepare.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi yang menyaksikan penandatanganan tersebut mengatakan, “Kereta Api Makassar – Parepare merupakan moda transportasi yang sudah ditunggu sejak lama oleh masyarakat Sulawesi Selatan yang dapat diwujudkan berkat dukungan dan kerja sama segenap pemangku kepentingan.”
Ke depannya, kata Budi, seluruh pemangku kepentingan baik pusat dan daerah dapat berkerja sama dengan baik sehingga proyek ini dapat segera diselesaikan tepat waktu.
Pada kesempatan yang sama Armand Hermawan menyampaikan, di samping sebagai pemberi penjaminan, PT PII mendapatkan mandat Kementerian Keuangan RI untuk memberikan fasilitas Penyiapan dan Pendampingan Transaksi (Project Development Facility/ PDF) kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian selaku Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) proyek KPBU Kereta Api Makassar – Parepare.
“Dalam proyek ini, PT PII memberikan penjaminan untuk beberapa jenis risiko yang dapat timbul dari Pemerintah, yaitu risiko keterlambatan pembayaran AP, risiko politik, dan risiko terminasi. Ke depannya kami berharap semoga proyek ini menjadi proyek percontohan skema KPBU untuk dapat diterapkan pada sektor transportasi lainnya,” kata Armand.