Perum PPD (Pengangkut Penumpang Djakarta) patut diacungi jempol. Sekarang perusahaan BUMN ini bukan lagi pengelola armada bus yang bangkrut, tapi sudah membukukan keuntungan. Kinerja operasional dan ekspansi bisnisnya bagus, sehingga tahun 2018 meraup untung Rp18,52miliar.
“Tahun ini (2019) kami menargetkan meraih untung di atas Rp20miliar,” kata Pande Putu Yasa, Direktur Utama Perum PPD dalam diskusi “Bedah Peran Strategis BPTJ” di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Putu Yasa memegang pucuk pimpinan PPD sejak tahun 2012. “Saya ditugaskan memroses penutupan Perum PPD dan menjual aset untuk menutupi biaya sebagai efek dari likuidasi. Namun batin saya tak bisa menerima,” ujarnya.
Amanat untuk menutup perusahaan tempatnya mengabdi membuatnya merasakan konflik batin. Apalagi harus menjual aset, yang bukan tidak mungkin membuatnya terseret persoalan hukum. Maka Putu Yasa bertekad untuk menyelamatkan Perum PPD.
Tranformasi pun dilakukan dengan memperbaiki berbagai aspek dan hal yang terbilang radikal. Semangat pegawai untuk menyelamatkan perusahaan dikobarkannya, walaupun sejumlah pegawai yang pesimis menentangnya.
“Saya yakinkan mereka harus bisa menbangun lagi PPD. Perbaikan dengan kesisteman yang terukur, sistematis, dan terkontrol dengan baik, harus diyakini dapat menyelamatkan PPD,” ungkapnya.
Komunikasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan juga dilakukannya dengan intensif. “Ternyata kami mendapatkan dukungan luar biasa dari Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan.”
Tekadnya membuahkan hasil di luar ekspektasi sebagian pegawai yang pesimis, juga banyak orang. Perum PPD kembali beroperasi dengan baik, bahkan armadanya mulai banyak lagi melaju serta berseliweran di jalanan Jakarta dan sekitarnya.
Kinerja operasional dan ekspansi bisnisnya membuahkan laba. Dalam tempo setahun setelah agenda penyehatan perusahaan dilakukan, PPD meraih untung sekitar Rp158juta tahun 2013. Disusul keuntungan tahun-tahun selanjutnya, yaitu Rp280juta (2014), Rp2,19miliar (2015), Rp9,74miliar (2016), dan Rp3,38miliar (2017).
“Dalam pengoperasian bus, kami dibantu betul oleh Dirjen Perhubungan Darat dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Dengan 1.000 bus saat ini, kami tak hanya mengoperasikan bus TransJakarta, tapi juga JR Connexion dan JA Connexion, yang melayani publik dari permukiman dan pusat perbelanjaan ke lokasi lain, termasuk Bandara Soekarno-Hatta,” tutur Putu Yasa.
Saat ini, 495 bus PPD melayani 34 rute transbusway, termasuk mengoperasikan bus TransJakarta Premium, melalui kontrak dengan PT TransJakarta. Ekspansinya operasionalnya pun bukan hanya di Jabodetabek, tapi sampai Karawang bekerja sama dengan sejumlah pengembang, termasuk Adhi Karya dan Podomoro Group. Bahkan kini ada tawaran kesempatan untuk mengoperasikan bus di Kepulauan Riau.
“Kami ingin terus memperluas wilayah bisnis, bahkan sedang mempersiapkan angkutan pariwisata dan logistik. Market-nya sangat besar,” jelas Putu Yasa.
Satu lagi yang juga dijadikannya ekspansi bisnis, yakni membangun dan menjual apartemen di aset lahan yang dimiliki PPD. “Kami memang membikin beberapa SBU (Strategic Business Unit) untuk mengelola berbagai unit usaha, termasuk apartemen,” ucapnya.
Catatan membanggakan dan prestasi yang diraih PPD saat ini diakui mantan Direktur Utama Perum PPD Dwi Wahyono dan Kepala BPTJ Bambang Prihartono. “Memang di PPD terjadi lompatan sejarah berupa melonjaknya performansi dan itu patut diberi dua jempol. Keren!” ujar Bambang.
Foto: Beritatrans.com