Polana Beberkan Kinerja Ditjen Hubud Selama 5 Tahun

Dalam kurun waktu lima tahun (2014-2019), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) telah menjalankan sejumlah program kerja yang dicanangkan. Banyak target yang telah dicapai dan ada pula yang belum terpenuhi.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti menjelaskan, untuk peningkatan konektivitas antarwilayah pihaknya melakukan pembangunan 15 bandara baru. Dari jumlah itu, 10 di antaranya sudah selesai di bangun. Antara lain Bandara Letung, Namniwel, Miangas, Morowali, Werur, Maratua, Kertajati, Samarinda Baru dan Tebelian. Hampir semua bandara itu telah diresmikan. Sementara lima bandara lainnya belum selesai dibangun, antara lain Siau, Nabire Baru, dan Fakfak Baru.

“Sampai tahun 2019 (dari 2014) sudah akan jadi 10 bandara, 5 bandara masih dalam proses pembangunan. 10 bandara tersebut telah selesai pembangunannya, hampir semuanya telah diresmikan. Terakhir yang diresmikan Pak Menhub adalah Bandara Letung di Anambas,” tutur Polana di Jakarta, Sabtu (19/10/2019).

Polana mengatakan angkutan perintis dan jembatan udara juga menjadi pencapaian yang cukup signifikan sampai dengan 2019. Program Jembatan Udara untuk meningkatkan konektivitas logistik dengan menyediakan 39 rute yang dilayani sampai ke daerah-daerah pedalaman, terpencil dan pulau terluar. Program ini dilakukan untuk mendukung pemerataan, mengkikis kesenjangan ekonomi, serta pembangunan konektivitas antar wilayah di Indonesia, khususnya bagian Timur.

Kemudian, Ditjen Hubud juga melakukan program pemeliharaan dan peningkatan kapasitas bandara. Tidak semua bandara ditingkatkan kapasitasnya, melainkan berdasarkan kategori wilayah.

“Peningkatan bandara udara ini dibagi-bagi atau dikategorikan. Tidak Jawa sentris, tapi Indonesia sentris,” ujarnya.

Kategori tersebut wilayah bencana dan wilayah di daerah 3TP (Terluar, Terdepan, Tertinggal dan Perbatasan).

“Wilayah bencana karena berada di lokasi cincin api. Kita harus mempersiapkan bandara-bandara tersebut untuk dapat melakukan evakuasi atau distribusi logistik apabila ada bencana,” terangnya.

Ditjen Hubud juga melakukan peningkatan kapasitas sejumlah bandara, baik bandara yang dimiliki oleh Kementerian Perhubungan maupun yang dikelola oleh Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II. “Totalnya ada 30 lokasi bandara yang direhabilitasi terminalnya,” ucap Polana.

“Sampai dengan tahun 2019, pertumbuhan penumpang, baik itu penumpang maupun barang, meningkat 7-9 persen. Sampai dengan akhir 2019 ini, kemungkinan akan tetap tumbuh. Pertumbuhan penumpang per tahun sekitar 8,5 persen, kargo 6,8 persen per tahun.”

Untuk melakukan peningkatan kapasitas sejumlah bandara, Ditjen Hubud juga melakukan trobosan dalam hal pembiayaan. Tidak semua pembiayaan harus merogoh kocek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan dengan skema kerja sama pemanfaatan yang menggandeng AP I atau AP II.

“Kami juga sudah mulai mellakukan alternatif pembiayaan sehingga mengurangi beban APBN. Sampai dengan tahun 2019, banyak sekali pengembangan bandara yang sedang dilakukan, yang akan dicapai sampai dengan akhir tahun 2019,” beber Polana.

Pencapaian lainnya yang tidak kalah penting adalah terkait penilaian keselamatan penerbangan Indonesia dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

“Pencapaian yang dicapai sampai dengan 5 tahun terakhir sudah sangat signifikan, melampaui rata-rata negara. Audit ICAO yang sebelumnya 60an (nilainya), pada 2018 mencapai 80,34, dan itu lebih besar dari rata-rata negara,” tegasnya.

Sebagai kelanjutan dari membaiknya penilaian ICAO, Indonesia juga mendapatkan penilaian yang baik dari FAA dan Dewan Uni Eropa. Buntutnya, larangan maskapai Indonesia terbang ke wilayah Eropa telah dicabut.

“Semua pesawat Indonesia juga sudah bisa terbang ke Eropa maupun Amerika Serikat,” cetus Polana.