Pilot Drone dan Aeromodelling Wajib Punya Bekal 12 Pengetahuan Aeronautika

Jangan berpikir kalau menerbangkan pesawat aeromodelling maupun drone berkamera adalah suatu hal yang biasa saja dan tidak butuh standar khusus. Bisa dipastikan itu adalah sebuah pemikiran yang keliru. Karena untuk menjadi pilot kedua jenis pesawat tanpa awak kecil tersebut harus memiliki bekal 12 aeronautical knowledge (pengetahuan aeronautika).

12 pengetahuan tentang aeronaurika itu bisa didapat melalui pembekalan yang diberikan Faderasi Aero Sport Indonesia (FASI), sebagai pihak yang berwenang memberikan sertifikasi pilot akan pemahaman keselamatan terbang wahananya. Pelatihan ini digelar dengan durasi selama 3 hari.

Bagi yang telah menyelesaikan pelatihan ini, Dinas Potensi Dirgantara (Dispotdirga) TNI Angkatan Udara (AU) melalui FASI akan memberikan lisensi sebagai tanda kemampuan mereka menerbangkan drone ataupun wahana aeromodelling sudah memenuhi faktor keamanan negara dan keselamatan penerbangan.

Ada dua macam lisensi yang dikeluarkan FASI untuk dua jenis pesawat tanpa awak kecil ini, yakni basic remote pilot license (BRPL) dan remote pilot license (RPL).

“Kami memberikan sertifikasi kepada para penerbang, khususnya penerbang remote pilot untuk rekreasi, hobi serta olahraga, tidak komersial,” ujar Sesdispotdirga TNI AU, Kol. Pnb. Agung Sasongkojati yang juga menjabat Wakil Sekjen II FASI di Pusdirga Cibubur, Ahad (28/4/2019).

Agung menerangkan, meskipun tidak komersial, tapi standarnya profesional. Karena FASI memberikan 12 pengetahun aeronautika yang wajib bagi seorang penerbang remote pilot.

“Standarnya dari Federal Aviation Administration (FAA) – Amerika Serikat, Civil Aviation Safety Authority (CASA) – Australia dan DKPPU (Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasionalan Pesawat Udara) – Kementerian Perhubungan,” jelasnya.

Dia menilai, selama ini pilot hanya tahu bahwa drone hanya sebagas kamera terbang. Menurutnya itu perspektif yang keliru, karena drone adalah pesawat terbang tanpa awak yang disematkan kamera.

“Orang-orang terkadang merasa cukup tahu mengenai drone kalau dia mengetahui PM 163/2015 atau PM 180/2015. Padahal sesungguhnya itu ada 12 mata pelajaran, dan itu hanya bagian kecil dari mata pelajaran hukum udara. Jadi kita harus tahu aerodinamika, meteorologi, human factors, aeronautical decision making, harus tahu hukum udara secara komprehensif,” paparnya.

Karena menerbangkan pesawat, berarti si pilot punya kewajiban sebagai penerbang untuk mematuhi undang-undang penerbangan.

Dia mencontohkan, bila drone terbang di atas jalan tol, lalu drone itu jatuh menimpa mobil, maka undang-undang yang dikenakan adalah undang-undang penerbangan, bukan undang-undang lalu lintas. Sanksi yang dikenakan untuk pelanggarnya pun tegas.

“Kalau dia terbang di area prohibited itu 8 tahun penjara sanksinya, terbang di aera restricted itu 3 tahun, terbang di dalam kawasan penerbangan 3 tahun. Belum lagi sanksi dendanya. Pesawat (drone) tidak registrasi 5 tahun penjara, pilot pesawat tidak punya lisensi 1 tahun penjara,” urainya.

Namun boleh saja si penerbang tidak memiliki lisensi, tapi hanya boleh menerbangkan drone atau pesawat aeromodellingnya di arena latihan saja. Tapi kalau menerbangkan wahana udara tersebut keluar dari arena latihan seperti area publik yang ruang udaranya dikendalikan oleh personel pengatur lalu lintas udara (ATC), maka dia harus memiliki RPL.

“Untuk (penggunaan) komersial, dia wajib punya lisensi dari DKPPU. Namun bagi penerbang yang hobi, dia wajib memiliki BRPL/RPL dari FASI. Karena kalau mereka tidak memiliki standar 12 aeronautical knowledge, dia (wahana udara) berbahaya bagi orang lain,” imbuhnya.

Hingga saat ini, FASI telah memberikan RPL kepada 250 orang sejak pertama kali diberikan pada awal tahun 2018. Jumlah tersebut terbagi dalam 4 angkatan. Sementara penerima BRPL sudah 450 orang yang terbagi dalam 6 angkatan.

“Secara total sudah ada 700 orang yang punya lisensi. Hari ini yang diwisuda RPL 60 orang dan BRPL 120 orang,” kata Agung.

Pekan depan FASI akan buka lagi pelatihan (course) untuk BRPL untuk kategori spesial. Pelatihan ini digelar karena banyak BUMN dan Kementerian yang mempercayakan pelatihan penerbangnya ke FASI.

“Kita mengajari safety sesuai dengan bagaimana seharusnya seorang penerbang sesuai CASR part 107 dari undang-undang penerbangan,” ujarnya.

Selain harus mengantongi lisensi, si penerbang juga harus menjalani pemeriksaan medis (medical examination/medex) yang terdiri dari lima macam pemeriksaan wajib, yakni pemeriksaan mata, jantung, rontgen, darah dan urin.

“Lisensi berlaku seterusnya. Lisensi tidak berlaku kalau medical examination (medex)-nya tidak terpenuhi,” terangnya.

Medex dilakukan secara berkala setiap tahunnya. FASI tidak memberatkan pilot soal Medex karena bisa dilakukan di rumah sakit biasa atau RSPAU. tapi standarnya ada lima macam pemeriksaan yang wajib.

“Kita buat itu (lisensi dan medex) mudah, tapi jangan enggak sama sekali (dilakukan),” tegasnya.