Petugas Avsec & AMC Bandara Komodo: Bekerja Giat dan Harus Sabar

Para petugas operasional Bandara Komodo di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) terlihat semangat bertugas pada siang hari Kamis (25/11/2021) itu. Di antara mereka, dua orang petugas keamanan penerbangan atau aviation security (avsec); Melkiades R Daru dan Yosep Jopa, serta seorang pertugas Apron Movement Control (AMC), Fransiskus Selian, berkenan berbincang dengan media dari Jakarta, termasuk Indoaviation.

Bandara ini sebagai gerbang untuk tujuan wisata unggulan di Indonesia. Adakah penanganan khusus?

Malkiades: Biasanya turis mancanegara itu kewalahan dengan aturan-aturan yang ada di Indonesia. Mereka tahu dan membawa aturan dari luar (negeri). Makanya kita sering berdebat dengan mereka soal aturan-aturan itu. Kadang mereka juga marah-marah, tapi kita sebagai petugas avsec, ya harus sabar. Mau tidak mau harus kita terima.

Bagaimana dengan turis domestik, apakah juga begitu?

Malkiades: Kalau turis domestik tidak ada kendala; aman-aman saja. Karena mungkin mereka sudah tahu aturan penerbangan.

Bagaimana dengan penanganan barang bawaan penumpang, apakah sering ada kendala?

Yosep: Biasanya soal minuman. Penumpang mancanegara itu biasanya bawa minuman beralkohol. Kita kan berpatokan pada SKEP Nomor 43/III/2007 tentang Penanganan Cairan, Aerosol, dan Gel (Liquid, Aerosol, Gel) yang Dibawa Penumpang ke dalam Kabin Pesawat Udara. Batas maksimum cairan yang diperkenan itu 70% kandungan alkohol dengan banyaknya itu 5 liter. Namun terkadang mereka membawa minuman itu sudah yang tidak bersegel lagi. Makanya kita selalu pertanyakan itu. Itu minuman dari sini (Indonesia) dibawa ke luar (negaranya). Di sini ada minuman lokal. Namanya, Sopi. Sopi itu kan tidak ada keterangan kadar alkoholnya itu. Kita patut pertanyakan, bukannya kita menahan dalam arti barang itu tidak boleh dibawa, bukan itu.

Mereka membawanya ke kabin? Apa tidak dibawa lewat bagasi?

Melkiades: Botol minuman itu biasanya tidak disegel. Takutnya kan nanti terlindas oleh bagasi-bagasi lain. Mungkin saja tutupnya terlepas atau bagaimana. Itu kan berbahaya.

Yosep: Sebenarnya, dengan adanya inisiatif dari Gubernur kita (NTT), sekarang kadar alkohol Sopi sudah dideteksi. Kendala kita di sini, kebanyakan mereka membelinya dari penjual lokal. Dari segi kemasan, masing-masing penjual memakai botol sendiri-sendiri, malah ada yang pakai botol Aqua. Itu yang kami beri penjelasan kepada mereka. Ini boleh dibawa, tapi pakai kemasan aslinya. Ada juga minuman yang kalau di sini namanya Kobok. Kemasannya bagus, tapi yang beli jarang. Mungkin karena harganya.

Ada lagi barang yang biasa mereka bawa?

Yosep: Ada. Ini menyangkut biota laut. Perhubungan (Kementerian Perhubungan) belum mengatur itu, tapi ada edaran dari Pemda di sini. Intinya wisatawan itu masih bingung kalau menyangkut biota laut yang biasanya kami tahan untuk tidak dibawa. Mereka pertanyakan, kenapa ditahan di sini (bandara)? Mana aturannya? Kami jelaskan kepada mereka bahwa memang aturan dari Perhubungan belum ada, tapi pegangan (regulasi) kami adalah aturan dari Pemda.

Melkiades: Kita bekerja di sini, selain sebagai petugas avsec, juga membantu lingkungan hidup. Macam pasir itu, banyak yang bawa. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tidak mengizinkan membawa pasir pantai itu. Ada surat edarannya itu. Memang tidak ada aturan takarannya berapa, tapi (berapapun itu) tidak boleh dibawa. Namun baik turis lokal masupun turis asing, ada saja yang membawa (pasir pantai) itu.

Yosep: Sebenarnya hal itu bisa buat promosi ke negara sana. Namun kan kami tidak bisa melanggar aturan yang sudah ada. Memang bagi warga kami hal itu menguntungkan. Macam Sooi dibawa ke sana, jadi bisa promosi. Namun tidak mungkin kami bertentangan dan melanggar aturan yang ada.

Sebagai petugas AMC, apa saja yang sering dihadapi di lapangan?

Fransiskus: Kendala kita itu sekarang di apron. Apron kita itu kecil. Ketika penerbangannya bertambah, kendalanya di area parkir. Tidak semua jenis pesawat itu pakai push-back car. Ada jenis pesawat, seperti CRJ1000 punya Garuda Indonesia itu masih moving. Kita kewalahan, misalnya saat kunjungan Presiden. Parkir pesawatnya kan butuh area yang lebih besar. Artinya, ya terpaksa Notam (Notice to Airmen). Kalau Pak Jokowi tidak seperti Presiden yang sebelum-sebelumnya, yang biasa lama-lama, sehingga panjang durasi Notam-nya. Kunjungannya singkat: landing dan parkir itu sekitar satu jam, setelah itu Notam-nya dibuka lagi.

Kalau banyak yang datang, masih kewalahan?

Fransiskus: Iya kewalahan juga kalau banyak tamu yang datang. Sekarang sih masih normal karena penerbangan belum terlalu full. Jadi, masih bisa kita handle. Kalau ada maskapai baru lagi yang masuk, apronnya kurang. Apron kita kan cuma untuk tujuh parking stand buat pesawat narrow body, seperti Boeing 737-800. Kalau untuk pesawat yang kecil-kecil, seperti Twin Otter dan Pilatus, bisa kayak. Kalau pesawat wide body belum bisa mendarat di sini. Kalau Boeing 737-900 itu bisa masuk juga, tapi tidak lama parkirnya. Kalau semua pesawat masuk parkiran, wah repot sudah kita.

Ada kendala lain lagi?

Fransiskus: Belum. Untuk sementara, peralatan kita dari groundhandling komplet. Paling untuk jenis-jenis pesawat tertentu saja yang peralatan pembantunya kurang. Kalau untuk garbarata, kita di sini sudah punya dua.

Pernah ada insiden; tabrakan atau gesekan antarpesawat, misalnya?

Fransiskus: Sampai sekarang belum ada dan jangan sampai ada.

Nanti untuk perhelatan G20 pada akhir tahun 2022, apa sudah ada arahan?

Fansiskus: Sementara untuk kondisi apron begini, kita belum punya planning yang bagus. Paling planning-nya seperti ini: kita terima, pesawatnya turun, penumpangnya turun, nanti pesawatnya berangkat lagi. Itu bisa dilakukan kalau rentang waktunya setengah jam-setengah jam. Biasanya kan kalau acara begitu banyak yang RON, itu yang repot.

Apa ada pesawat yang RON (remain overnight) atau menginap di Komodo?

Fransiskus: Sebelumnya pesawat RON di sini sering, tapi untuk sementara ini belum ada. Dua hari lalu sih ada yang RON.

****

Ketiga petugas operasional Bandara Komodo itu merupakan asli orang NTT. Menurut Melkiades, mereka sudah mendapat pelatihan ke-avsec-annya dua kali. “Ada 40 orang calon petugas avsec di sini. Para instruktur dari STPI Curug datang ke sini. Kami dilatih di sini. Karena kami terlalu banyak, kalau ke sana (Curug) mungkin kendala anggaran atau sebagainya, jadi dari STPI yang didatangkan ke sini,” katanya.

Untuk petugas avsec, waktu kerjanya di Bandara Komodo dibagi tiga shift. Shift pertama untuk pukul 6.30-12.30, yang kedua pukul 12.30-18.00, dan shift malam. “Kami ada empat-lima personel yang bertugas untuk shift malam. Karena di sini operasional penerbangan hanya sampai jam 6.00 sore, jadi yang shift malam itu kami hanya standby saja,” ujar Yosep.

Mereka mengatakan bahwa mereka merupakan tenaga kerja lepas (outsourcing). “Kita setiap tahun ada pembaruan kontrak,” ucap Yosep. Selain itu, setiap dua tahun, lisensi sebagai avsec dan petugas AMC harus diperbarui. Untuk itu, mereka tidak perlu ke Jakarta. Begitu pun untuk cek kesehatan, yang cukup dilakukan di rumah sakit atau puskesmas terdekat.

Jika KPBU untuk Bandara Komodo jadi berjalan, apakah mereka bisa menjadi pegawai organik? “Belum tahu. Kita berdoa saja,” ujar Melkiades.

Melkiades, Yosep, dan Fransiskus mengakui bahwa mereka betah bekerja di Bandara Komodo. Sudah lebih tujuh tahun mereka mengabdi. “Enak kerja di bandara. Setiap hari itu ketemu orang yang beda-beda,” timpal Melkiades.

Foto: Indoaviation