Pesawat Terbang Kita pada Hari Kemerdekaan Ke-75

Assalamualaikum semua …

Tujuh belas Agustus ini, Indonesia menapak Hari Kemerdekaan ke-75 tahun. Dalam rencananya, dipastikan peringatan usia negara yang merdeka selama tujuh setengah dekade ini bakal lebih meriah dan penuh semangat.

Namun apa dikata, pandemi Covid-19 melanda dan belum berakhir, sehingga peringatan sederhana sudahlah cukup. Kendati begitu, makna Hari Kemerdekaan tahun 2020 ini tetap harus diresapi dengan sepenuh hati.

Kalau kita mengingat hari-hari menjelang peringatan setengah abad atau 50 tahun Kemerdekaan Indonesia, ada momen spesial, yakni terbang perdana N250. Pesawat karya anak bangsa ini mulai terbang tanggal 10 Agustus 1995. Sayangnya, proyek mercusuar ini dihentikan sebelum pesawat diproduksi.

Saat ini, boleh jadi ada keinginan untuk mulai memroduksi pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan menjadi kado buat Hari Kemerdekaan ke-75. Namun pesawat yang diberi nama Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo bertepatan dengan terbang perdananya 16 Agustus 1997 itu masih terus dalam proses pengujian. Belum meraih sertifikasi, apalagi bisa diproduksi.

Direktut Utama PTDI, Elfien Goentoro mengatakan, proses pengujian sudah mencapai 80 persen. “Akhir tahun ini dapat type certificate,” ungkapnya dalam TechTalk: Perjalanan Industri Kedirgantaraan Nasional yang diselenggarakan The Habibie Center secara virtual, Jumat (7/8/2020).

Elfien optimis karena pengujian-pengujian sulit berhasil dilalui N219. Sementara proyek N245, yang dikeluarkan dari proyek strategis nasional (PSN), kata dia, harus dijadikan program nasional agar bisa dilanjutkan.

Satu lagi proyek yang dihapus dari PSN, yakni pengembangan pesawat R80 karya PT Regio Aviasi Industri (RAI). Komisaris Utama PT RAI, Ilham Akbar Habibie pada kesempatan tersebut menjelaskan, dari hasil audiensi dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, ia mendapat keterangan bahwa semua PSN harus selesai tahun 2024.

“Kami tidak mungkin bisa memenuhi target penyelesaian R80 pada tahun 2024. Maka tentu itu tidak bisa kami penuhi. Oleh karena itu, ya memang kita tidak bisa qualified lagi untuk PSN,” kata Ilham.

Dijelaskannya pula, “Kehadiran kita di situ (PSN) lebih diartikan sebagai dukungan untuk mencari investor, bukan untuk menerima investasi. Jadi kita ini, dengan atau tanpa ada dalam daftar PSN, memang tidak pernah mengandalkan pemerintah untuk pendanaan R80.”

Membangun pesawat terbang, kata Ilham, bukan hanya impian sang Bapak, BJ Habibie, tapi memang bisa diwujudkan dan menjadi kenyataan. “Bapak selalu bisa membedakan, mana impian dan mana kenyataan,” ucapnya.

Memang sejak tahun 1950-an kita sudah punya nama-nama yang bisa merancang pesawat terbang. Sebut saja Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono, dan Yum Soemarsono. Jadi, memang bukan mimpi jika Habibie, yang mendirikan industri dan manufaktur pesawat terbang tahun 1976, bertekad untuk membangun pesawat terbang.

Kapankah cita-cita Habibie, yang sudah meninggalkan kita pada 11 September 2019, itu bakal terwujud?