Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menyebutkan bahwa kenaikan tarif tiket pesawat disebabkan oleh adanya persaingan yang tidak sehat. Dia mengatakan, sebelumnya antarmaskapai berlomba menjual tiket penerbangan dengan harga murah.
“Jadi kalau kita tekan terlalu murah tiketnya, juga bagus untuk jangka pendek. Tapi jangka panjangnya, mereka tidak bisa beli pesawat baru, akhirnya kita yang kena juga,” kata JK, Selasa (12/2/2019).
JK menjelaskan, strategi maskapai menjual tiket penerbangan komersial dengan harga murah memang menguntungkan karena diminati banyak penumpang. Namun menurutnya, keuntungan itu hanya berlaku dalam jangka pendek.
Dia mencontohkan, sejumlah maskapai berbiaya murah (LCC) yang akhirnya menutup perusahaan karena tidak lagi mampu membayar biaya operasional.
“Mengelola airlines itu tidak mudah, apalagi kalau mau ditarik murah. Sudah berapa airlines yang tutup? Ada Batavia dulu, ada Adam Air, ada Merpati, ada Mandala, ada Sempati; semua itu kan tutup, bangkrut,” kata dia.
JK menilai, dengan adanya persaingan tidak sehat, industri transportasi udara di Indonesia ujung-ujungnya didominasi antara lain oleh dua perusahaan penerbangan besar, yakni PT Garuda Indonesia (Persero) dan PT Lion Mentari Airlines.
Menurutnya, dominasi tersebut juga salah satunya disebabkan oleh matinya maskapai yang menjual harga tiket pesawat murah.
“Menurut saya bukan kartel, karena mereka terlalu murah akhirnya yang lain mati. Jadi bukan karena didesain, tapi karena mereka mencoba-coba masuk airlines dengan tarif murah, ya mati,” tegasnya.
Untuk menghindari kepanikan masyarakat dalam menghadapi kenaikan harga tiket pesawat, JK meminta seluruh perusahaan penerbangan untuk duduk bersama dan menentukan biaya tetap operasional.
“Saya kira, walaupun mereka bersaing, mereka juga harus tetap menghitung biaya tetapnya, ada harga pokok daripada BBM itu. Karena 35 persen dari ongkos pesawat itu avtur kan,” tutupnya.