Gugatan keluarga korban kecelakaan pesawat Boeing 7373 MAX 8 Lion Air JT 610 (29/10/2018) lewat para pengacaranya kepada pihak Boeing Company sudah ada perkembangan proses mediasi. Salah satu informasi mediasi dari mediator Hakim Donald O’Connell adalah penyelesaian kasus ini diperkirakan membutuhkan waktu yang panjang karena banyaknya korban yang mengajukan gugatan di Amerika Serikat.
Demikian yang disampaikan dalam siaran pers dari KBRI Washington DC, Kamis (29/8/2019). Proses mediasi berlangsung di AS pada 19-28 Agustus 2019, yang dihadiri pihak-pihak terkait, juga KBRI Washington DC bersama KJRI Chicago atas undangan pengacara yang mewakili keluarga korban JT 610 (29/10/2018).
Menurut Duta Besar RI di AS, Mahendra Siregar, “Pemerintah berupaya memastikan hak-hak keluarga korban mendapat perhatian yang serius dari seluruh pihak yang terlibat, baik pihak Boeing yang diwakili oleh pengacaranya maupun pengacara keluarga korban.”
Atase Perhubungan (Athub) KBRI Washington DC, Saptandri Widiyanto ditugaskan untuk berkoordinasi dengan KJRI Chicago dan melakukan komunikasi langsung dengan pengacara dan Hakim Donald O’Connell. “Hal ini dilakukan untuk memastikan proses mencari keadilan yang bebas dan adil sesuai dengan hukum positif,” ucap Mahendra.
Informasi lain dari Hakim O’Connell adalah bahwa di AS, kerugian bagi setiap ahli waris korban dinilai satu per satu. Masing-masing ahli waris menerima jumlah yang berbeda, yang ditentukan oleh berbagai faktor. Misalnya, jumlah anggota keluarga dalam lingkaran terdekat, usia, dan penghasilan.
“Dalam hal mediasi berhasil mencapai titik temu atau kesepakatan, maka yang berhak menerima dana hasil mediasi dari pihak Boeing hanya ahli waris korban yang telah mengajukan gugatan ke perusahaan Boeing,” begitu informasi Hakim O’Connell.
Jika ada keluarga korban atau ahli waris yang belum mengajukan gugatan di AS itu, jangka waktu untuk mengajukannya dibatasi hanya dua tahun sejak kecelakaan terjadi. Saat ini, kata Hakim O’Connel, yang mengajukan gugatan kepada perusahaan Boeing ada delapan kelompok pengacara yang mewakili keluarga korban JT 610 (29/10/2018).
“Hakim O’Connel memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah RI atas kepedulian terhadap proses mediasi. Kata dia, ini pertama kali ia menjumpai perhatian perwakilan negara asing. Dia juga memberi kesempatan kepada kami untuk mengajukan pertanyaan, terutama terkait proses mediasi atau litigasi di AS. Dia membuka diri untuk berkomunikasi guna mengetahui setiap perkembangan,” ujar Saptandri.
Menurut Saptandri, KBRI Washington DC akan terus melakukan komunikasi dengan para pihak. Sejumlah pengacara yang mewakili keluarga korban juga akan melakukan mediasi lanjutan sesuai dengan jadwal yang disepakati para pihak.
Sebelumnya pada 8 Agustus 2019, Athub KBRI Washington DC melakukan pertemuan dengan pengacara Boeing Company, yakni Kenneth R Feinberg & Camille S Biros (Kenneth/Biros) di Kantor The Law Office of Kenneth R Feinberg PC, AS. Kenneth/Biros ditunjuk untuk Khusus Distribusi Dana 50 juta dollar AS bagi keluarga korban JT 610 (29/10/2018) dan korban pesawat Boeing 737 MAX 8 Ethiophiam Airlines ET-AVJ (10/3/2019).
Kenneth/Biros menyatakan, pihaknya hanya ditunjuk untuk mendistribusikan 50 juta dollar AS atau 50 persennya dari 100 juta dollar yg dijanjikan oleh Boeing. Setengahnya atau 50 juta dollar lagi akan dilakukan oleh Boeing. Kabarnya, dana ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ditegaskan bahwa penerima dana itu adalah ahli waris yang sah berdasar hukum nasional masing-masing negara. Realisasi distribusinya dimulai Oktober 2019 dan penerimaannya bisa dilakukan oleh ahli waris langsung atau diwakili oleh pengacara masing-masing.
Pembagian dana tersebut merata bagi 346 korban kedua kecelakaan pesawat terbang itu. Nilainya sekitar 145.000 dollar AS per ahli waris dan “tidak ada potongan apapun” dari Kenneth/Biros.
Untuk percepatan proses distribusi, Kenneth/Biros menyarankan agar ahli waris memanfaatkan jasa pengacara yang bersedia pro bono atau free of charge. Salah satu pengacara di AS siap menjadi pengacara pro bono, yang diaampaikannya kepada Athub KBRI Washington DC.