Pengambilan Data Biometrik Sulitkan Jemaah Umrah

Para jemaah umroh Indonesia saat ini disulitkan dan disengsarakan oleh pelaksanaan pengambilan data biometrik. Maka dengan tegas, Permusyawaratan Antar-Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (Patuhi) menolak VFS Tasheel, perusahaan swasta asing, yang diberi wewenang untuk pengambilan data biometrik itu.

“Ada kekhawatiran akan ada gejolak dengan adanya VFS Tasheel itu. Keberangkatan jemaah umrah banyak yang tertunda dan ini menimbulkan kerugian semua pihak,” kata Artha Hanif, Ketua Harian Patuhi di Jakarta, Kamis (3/1/2019).

Bersama 5.000 jemaah, Patuhi pun sudah melakukan aksi damai di Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta, juga ke Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri, bahkan menemui langsung Wakil Menteri Haji bidang Umrah, Dr. Wazan, di Jeddah. Namun, kata Artha, sampai hari itu pihaknya belum mendapat respons positif dan solusi. “Seperti sudah deadlock, tapi besok (4/1/2019) kami akan ketemu lagi dengan VFS Tasheel,” ujarnya.

Pelaksanaan pengambilan data biometrik yang mulai diberlakukan pada 17 Desember 2018 itu ternyata belum siap. VFS Tasheel belum dibekali perangkat yang memadai. Lokasi kantornya pun sulit dijangkau para jemaah umrah yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Di samping itu, kemampuan sumber daya manusianya masih minim, baik dalam penguasaan alat maupun pelayanan. Maka
kebijakan Pemerintah Saudi untuk mengurangi antrean saat kedatangan di bandara di Jeddah dan Madinah, berubah menjadi prosedur tambahan yang sangat menyulitkan jemaah umrah, juga penyelenggara umrah Indonesia.

Antrean jemaah pada saat kedatangan di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, dan Bandara Pangeran Muhammad, Madinah, umumnya sekitar 30 menit saat peak season. Namun lama mengantrre itu masih lebih baik daripada jemaah harus menempuh perjalanan tiga hari dua malam karena faktor geografis dan terbatasnya pelayanan. Saat ini ada 34 kantor VFS Tasheel di beberapa ibukota provinsi di Indonesia.

“Seratus kantor pun masih kurang untuk melayani 5.000 jemaah umrah setiap hari,” ujar Fuad Hasan Masyhur, Ketua Dewan Pembina Patuhi. Dia menambahkan, pelaksanaan pengambilan data biometrik ini bisa dilakukan di bandara karena lebih efektif.

“Solusi tegas kami adalah menolak VFS Tasheel. Bukan menolak kebijakan dari Kerajaan Saudi, tapi pelaksanaannya. Persoalan teknisnya yang menyulitkan dan menyengsarakan jemaah umrah,” ucap Baluki Ahmad, Ketua Umum Himpuh.

Patuhi pun akan terus berupaya meneruskan keluhan, kekecewaan, dan aspirasi jemaah umrah Indonesia, yang tahun 2018 sudah mencapai jumlah lebih 1.050 orang, kepada Presiden. “Sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, Presiden berkewajiban melindungi kedaulatan negara Indonesia agar segera memberhentikan kegiatan penzaliman oleh swasta asing yang mengambil data diri warga negara RI tanpa hak di wilayah hukum kedaulatan Indonesia,” tutur Artha.

Sekjen Patuhi, Muharom Ahmad menjelaskan, Patuhi yang memiliki 1.006 anggota dalam tiga minggu ini memberi perhatian pada kegelisahan dan kekecewaan jemaah umroh itu. “Hanya demi selembar data biometrik, jemaah harus menentang imbauan BMKG yang melarang berlayar untuk mendatangi kantor VFS Tasheel yang tidak ada di daerahnya,” ujarnya. Masyarakat Papua dan Maluku Utara misalnya, harus ke Makassar untuk pengambilan data biometrik itu.

Faktor geogragis Indonesia memang selayaknya dipertimbangkan dengan matang karena jemaah umroh itu banyak juga yang dari pelosok. “Apalagi nanti ada 221.000 jemaah haji yang juga harus mengambil data biometrik. Kebutuhannya akan memuncak,” ucap Joko Asmoro, Ketua Umum Amphuri.

Patuhi juga rupanya menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksanaan pengambilan data biometrik tersebut. VFS Tasheel tidak mengantongi izin Menteri Agama atau mengabaikan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah bahwa Perseroan Terbatas yang terlibat dalam penyelenggaraan umrah wajib mendapat izin Menteri Agama, Dalam pengambilan data biometrik yang sesungguhnya kewenangan Dukcapil dan Ditjen Imigrasi, VFS Tasheel juga tidak mendapat izin ataupun rekomensasi dari Kementerian Dalam Negeri.

Dengan fakta-fakta tersebut, Patuhi menilai kalau VFS Tasheel berupaya mengawal aturan keimigrasian Saudi, tapi melanggar aturan dan perundangan di Indonesia. Maka Patuhi akan meminta Presiden Indonesia beserta jajaran Kabinet terkait untuk menyampaikan kepada Duta Besar Saudi Arabia di Indonesia agar menghentikan pelaksanaan pengambilan data biometrik oleh VFS Tasheel. Penghentian ini dilakukan sampai aspek hukumnya terpenuhi dan aspek teknisnya tidak lagi menyulitkan jemaah umrah, baik secara ekonomis maupun geografis.