Assalamualaikum semua …
Pembangunan Cargo Village di Bandara Internasional Soekarno-Hatta rupanya masih menjadi kontroversi. Para pelaku di industri kargo udara, termasuk pengelola gudang yang sudah sejak Soekarno-Hatta berdiri, masih bertanya-tanya tentang apa yang akan dilakukan PT Angkasa Pura (AP) II. Mereka melihatnya proyek ini mandek dan pembangunannya tidak akan selesai sesuai target.
Wacana pembangunan Cargo Village sudah ada sejak 10 tahun lalu. Namun dari AP II memiliki direktur kargo, kemudian sekarang menjadi PT Angkasa Pura Kargo yang dipimpin seorang direktur utama, konsep pembangunannya tidak jelas. Begitu yang dikatakan para pelaku usaha di industri kargo udara karena AP II dinilai tidak melibatkan mereka. Pihak AP II pernah mengatakan, proyek Cargo Village akan berstandar internasional. Karena itu, pengusaha yang tidak berstandar internasional tidak masuk daftar untuk dilibatkan.
Cargo Village akan dibangun di kawasan seluas 90 hektare, dua kali lipat dari luas kawasan kargo sekarang yang sekitar 45 hektare dengan kapasitas sekitar 750.000 ton per tahun. Kapasitas kargo yang bisa bergerak di Cargo Village nanti menjadi 1,5 ton per tahun.
Kabarnya, pembangunannya diperkirakan membutuhkan dana Rp3,1triliun. Kalau Direktur Utama PT AP II Muhammad Awaluddin mengatakan bahwa proyek Cargo Village akan segera dimulai dan diproyekskan beroperasi pada akhir 2019 (cnbcindonesia.com), sedangkan Direktur Utama PT AP Kargo Denny Fikri menyebut rencana target pembangunannya pada 2019 dan akan beroperasi penuh pada 2021 (bisnis.com).
Pada awal Februari 2018, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga mengatakan, Cargo Village akan dibangun dua tahap, yaitu tahun 2018 dan tahun 2019 dengan luas total 90 hektare. Katanya, pemerintah sedang mempersiapkan dan membangun tempat khusus yang menangani kargo di Bandara Internasional Soekarno-Hatta itu. “Kita akan mencari strategic partner,” ujarnya. (dephub.go.id). Saat ini, apron seluas 18.000 meter persegi yang nantinya terhubung langsung ke lini satu pergudangan Cargo Village memang sudah selesai dibangun, tapi pergudangannya masih finalisasi master plan.
Masih belum disebutkan, siapa yang akan menjadi partner stategis AP Kargo untuk mengelola Cargo Village itu. Ditanyakan kepada JAS Airport Service dan Garuda Cargo, yang saat ini menangani gudang kargo Soekarno-Hatta, tak ada yang menjawab. Apakah perusahaan kargo internasional yang sudah masuk ke Indonesia, seperti Fedex atau DHL, juga belum terjawab.
Saya memang sangat tertarik dengan kargo udara. Namun seiring dengan meningkatnya penumpang pesawat udara yang tajam sejak akhir tahun 2000-an, kabar kargo udara jadi kurang greget. Sempat ramai dibahas tentang RA (regulated agent), yang seiring waktu menghilang juga. Padahal bisnis kargo udara, walaupun sangat kecil dibandingkan kargo laut, tetap memiliki dampak ekonomi yang memikat.
Maskapai penerbangan nasional yang besar pun tak ada yang memiliki freighter (pesawat khusus kargo). Padahal dulu Garuda Indonesia punya, termasuk juga pesawat DC-10 Combi (sebagian penumpang sebagian kargo). Maskapai sudah cukup puas dengan belly cargo. Hanya Cardig Air yang menjadi maskapai reguler khusus kargo, walaupun hanya memiliki dua-tiga pesawat kargo Boeing 737-300. Maskapai lain yang mengangkut kargo masih beroperasi carter.
Majunya bisnis transportasi udara memang bukan hanya berkembangnya teknologi navigasi penerbangan, pengelolaan bandara, dan kian banyaknya penumpang, tapi juga besarnya volume dan tonase kargo dengan nilai devisa yang besar pula.