Kapan pandemi Covid-19 berakhir? Tak ada yang tahu, tapi pasti berlalu. Keyakinan dan rasa percaya bahwa kondisi pasti membaik, diaminkan Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra.
“Kita harus cari cara, bagaimana agar cepat mengembalikan rasa percaya itu. Kita recovery dan kita juga punya kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa,” kata Irfan dalam acara diskusi online (diskon) bersama Forum Wartawan Kementerian Perhubungan (Forwahub), Selasa (9/6/2020).
Rasa percaya bahwa naik pesawat terbang itu aman dan nyaman di tengah pandemi Covid-19 menjadi fokus yang ingin dibangun Garuda. Irfan mengatakan, “Kita harus berpartisipasi aktif agar penyebaran virus tidak terjadi. Bukan jadi biang kerok, khususnya di ekosistem bandara dan pesawat. Kalau kondisi seperti ini makin lama, kita makin babak belur.
“Garuda, kata Irfan, dibilang untung ya untung, tapi tidak untung. “Beruntung karena 60 persen dimiliki pemerintah, tapi Garuda tak beruntung juga. Kita ini bukan bisnis bebas; ketika melihat gejala sedikit saja, tutup. Garuda tetap harus terbang, apa pun kondisinya. Kalau pas untung saja terbangnya, ngapain?”
Disebutkan pula bahwa para analis menyatakan kondisi ini akan normal dalam dua-tiga tahun ke depan. Adakah maskapai penerbangan yang bisa bertahan dalam kondisi seperti ini selama itu?
Bukan hanya itu, sebagai negara kepulauan, tidak mungkin Indonesia menghentikan kegiatan transportasi udara. Menurut Ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja, tak mungkin maskapai nasional menghentikan operasionalnya pula.
Disampaikan oleh Denon, selama beberapa bulan dalam tahun 2020 ini penurunan jumlah penumpang sungguh signifikan atau turun drastis. “Pada Januari-Februari misalnya, rute ke Cina dan Arab dihentikan. Jumlah penumpang internasional turun dari 1,5juta jadi 1juta orang. Market domestik juga terus turun. Pada minggu kedua Maret, turun 45 persen di empat bandara besar yang ada di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Bali.”
Kemudian terbit peraturan dan surat edaran dengan tujuan untuk pembatasan atau physical distancing. Penumpang yang kecenderungannya sudah banyak yang batal terbang karena takut, makin turun lagi jumlahnya.
“Kondisi ini memang sudah dalam level terendah. Untuk menghindari penyebaran Covid-19 ini, demand penumpang pesawat udara turun sangat drastis. Kami pun berharap, dalam waktu yang tak lama penyebarannya bisa teratasi,” tutur Denon.
Irfan pun menyatakan bahwa pelaku industri penerbangan sepakat kalau “sehat itu Panglima”. Maksudnya, kesehatan menjadi nomor satu dan yang memimpin.
Di tengah pandemi Covid-19, untuk memastikan “sehat itu Panglima”, muncul isu physical distancing. Lalu dituangkan dalam aturan bahwa kapasitas angkut pesawat terbang hanya 50 persen.
“Selama berminggu-minggu kita coba meyakinkan regulator bahwa 50 persen itu kurang pas. Kita minta dinaikkan supaya yang naik bisa lebih banyak, tapi physical distancing bisa tetap diterapkan,” ungkap Irfan.
Aturan baru pun kemudian diterbitkan. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada Senin (8/6/2020).
Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Novie Riyanto, SE itu menyesuaikan dengan SE Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“Kapasitas maksimal di bandara yang diperbolehkan adalah 50 persen dari keadaan normal. Untuk pesawat wide body dan narrow body, kapasitas maksimalnya adalah 70 persen. AirNav, operator bandar udara, dan operator angkutan udara, kami koordinasikan untuk mengatur slot time guna memastikan tidak terjadi penumpukan orang di bandara keberangkatan ataupun kedatangan,” papar Novie dalam siaran pers, Selasa (9/6/2020).
Hal tersebut memang hasil dari perhitungan maskapai dengan INACA. Mereka bisa memberi keyakinan pada regulator bahwa isi pesawat bisa sampai 70 persen dan tetap bisa menerapkan physical distancing.
“Intinya, kita harus apresiasi Kementerian Perhubungan, yang sangat responsif terhadap masyarakat dan industri,” ucap Denon.
Ditambahkanya, “Setelah kapasitas angkutnya direlaksasi hingga 70 persen, ini bukan berarti kegiatan normal penuh. Ini artinya transisi dan kita tetap memenuhi ketentuan gugus tugas. Aturan ini diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan transportasi udara.”
Rasa percaya masyarakat untuk naik pesawat terbang mulai digugah. Walaupun persyaratan terkait “sehat itu Panglima” sangat ketat, harapannya hal ini bukanlah halangan.
Ditanyakan pula, saat ini seberapa banyakkah reservasi penumpang Garuda untuk satu-dua bulan ke depan? “Masih belum banyak…kayaknya masih nunggu, tapi trip domestik itu suka last minute booking-nya,” jawab Irfan.