Beroperasinya kembali penerbangan dari Bandara Maleo, Morowali, sudah ditunggu-tunggu Pemerintah Kabupaten Morowali dan masyarakat setempat. Sudah sebulan penerbangan dari Morowali ke Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, berhenti beroperasi.
“Kalau bicara soal bandara, kami memang antusias. Adanya penerbangan dari Morowali ini menjadi harapan Pemda dan masyarakat,” ucap Moh Jafar Hamid, Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, di Morowali, Selasa (27/2/2018).
Sebelumnya, kata Jafar, selama beberapa bulan ada penerbangan Morowali-Makassar menggunakan pesawat ATR 42 yang dioperasikan TransNusa. Namun penerbangan yang disubsidi Pemkab Morowali itu lantas terhenti sejak dua bulan lalu. Pemda mensubsidi penerbangan itu Rp650.000 per penumpang atau sekitar 50 persennya dari harga tiket.
“Kabarnya, itu pesawat sewa dan harus dikembalikan karena pemiliknya mau menggunakannya. Maunya kita, penerbangan itu jangan berhenti karena sangat dibutuhkan masyarakat. Waktu itu, masyarakat sampai menunggu satu minggu untuk bisa terbang karena permintaannya banyak, termasuk masyarakat dari Morowali Utara,” tutur Jafar.
Jafar menambahkan, ada yang bilang tunggu saja sampai landasannya diperpanjang sampai 1.450 meter –waktu itu panjang landasan 1.050 meter– agar bisa didarati pesawat ATR 72. Sekarang memang landasan sudah diperpanjang, yang kata Kepala Satker Bandara Maleo, Iskandar, sampai 1.500 meter. Perpanjangan landasan ini bakal selesai Maret 2018 kemudian diverifikasi oleh Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.
Rencananya pada Maret 2018, Bandara Maleo akan diresmikan Presiden Joko Widodo menjadi UPBU (Unit Penyelenggara Bandar Udara) Kelas III. Harapan yang diungkapkan Jafar, setelah peresmian itu penerbangan dari Bandara Maleo akan hidup lagi. Bahkan bukan hanya ke Makassar, tapi juga penerbangan ke Bandara Mutiara Sis Al Jufri, Palu, dan Bandara Pontiku, Tana Toraja. “Garuda Indonesia dan Wings Air yang mengoperasikan ATR 72 sudah menyatakan minatnya,” kata Iskandar.
Masyarakat Morowali memang sangat membutuhkan transportasi, khususnya untuk kepentingan dinas dan bisnis ke Palu sebagai ibukota Sulawesi Tengah. Perjalanan darat Morowali ke Palu, kata Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Morowali M Rizal Badudin, ditempuh 11-13 jam menggunakan bus. Sementara kalau ke Makasar bisa satu hari satu malam atau 24 jam.
“Penerbangan Morowali-Makassar dengan ATR 42 waktu itu ditempuh hanya 1 jam 15 menit,” ujar Rizal. Ke Palu yang jaraknya sekitar 520 kilometer tentu lebih pendek lagi waktunya, sekitar 40 menit.
Menurut Rizal, tidak ada transportasi laut ke Palu dari Morowali. Kapal kayu yang dioperasikan dengan sistem sewa dari Pelabuhan Bungku di Morowali berlayar ke Kendari selama 9-10 jam. Dari Kendari yang berjarak 300 kilometer itu juga tak ada bus, tapi menggunakan kendaraan sewa dengan waktu tempuh 7-8 jam.
Bagaimana dengan penerbangan ke Kendari? “Jaraknya kan tak terlalu jauh. Jalan daratnya juga cukup bagus. Masyarakat masih lebih suka lewat darat,” kata Jafar.
Morowali yang memiliki pertambangan nikel terbesar di Asia Tenggara itu ingin terus meningkatkan potensi wilayahnya, termasuk sumber daya manusia dan objek wisatanya. “Bandara menjadi salah satu prasarana transportasi yang menjadi akses yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan potensi wilayah di Kabupaten Morowali,” tutur Jafar.