Jumlah bandara di Indonesia dengan status internasional dinilai terlalu banyak oleh mantan Direktur Jenderal Perhubungan Udara (Dirjen Hubud) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Capt. Soenaryo Yosopratomo. Dia menilai, dengan banyaknya bandara internasional, hal ini berpotensi terjadi peningkatan kerawanan pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan-keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM).
“Banyak kasus di Bandara Internasional Soekarno Hatta, yang sudah dilengkapi dengan peralatan canggih, personil yang memadai dan lainnya, namun masih terjadi penyelundupan narkoba, barang-barang terlarang serta pelanggaran-pelanggaran lainnya. Juga kasus adanya penumpang dari satu airline dari luar negeri yang langsung keluar di terminal domestik tanpa proses imigrasi,” tuturnya, Jum’at (14/2/2020).
Mantan penerbang TNI Angkatan Laut ini memandang bahwa hal tersebut menandakan masih rentannya aspek keselamatan dan keamanan, karena akan berdampak langsung terhadap ketahanan nasional.
“Dengan adanya lebih banyak Bandara dan Bandara Internasional maka kerentanan IPOLEKSOSBUDHANKAM pun akan meningkat,” tegasnya.
Baca Juga:
Menpar Usul Abdulrachman Saleh Jadi Bandara Internasional
Sudah Dikaji, Lanud Atang Sendjaja Diusul Jadi Bandara Komersil
Menurut catatannya, terdapat 30 bandara internasional di Tanah Air, yang tersebar dari ujung Pulau Sumatera hingga ujung Papua. Namun kebanyakan dari bandara tersebut hanya melayani penerbangan internasional dari dan menuju Singapura atau Malaysia.
“Kalau begitu kan sama saja ibaratnya kita (bandara-bandara di Indonesia) jadi bandara domestiknya Singapura, karena penerbangan terpusat ke sana,” ucap Tim Penasehat dan Ketua Bidang Transportasi Udara, Badan Pembina Pensiunan Pegawai Kemenhub ini.
Soenaryo menyarankan, pemerintah perlunya melakukan evaluasi terhadap jumlah bandara berstatus internasional di Indonesia. Selain itu, perlu juga dilakukan kualifikasi terhadap bandara-bandara tersebut.