Ditjen Perhubungan Udara resmi menerbitkan aturan baru untuk menentukan besaran tarif pesawat, Jum’at (29/3/2019) petang. Regulasi ini merevisi skema penentuan tarif tiket pesawat yang sebelumnya termaktub dalam PM 14 tahun 2016.
Sekeretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiantono mengatakan, regulasi yang diterbitkan adalah PM 20 tahun 2019, pengganti PM 14 yang mengatur tata cara dan formulasi perhitungan tarif. Aturan lainnya yang juga diterbitkan adalah KM 72 tahun 2019, mengenai masalah tarif untuk penerbangan.
Dalam aturan baru ini, Kemenhub menekankan maskapai penerbangan untuk memperhatikan sejumlah hal dalam menentukan tarif penerbangan.
“Pertama adalah masukan dari pengguna jasa penerbangan. Kemudian juga harus memperhatikan persaingan sehat. Kemudian memperhatikan perlindungan konsumen. Dan yang terakhir adalah untuk mempublikasikan dengan sehat keputusan airline dalam menentukan besaran tarifnya,” kata Isnin.
Dengan adanya batasan ini, dia berharap pihak maskapai akan concern terhadap kelangsungan keseimbangan industri penerbangan maupun pengguna jasa dan ekonomi secara menyeluruh.
Dia menyebutkan, batasan angkanya tidak akan lebih tinggi dari tarif sebelumnya. “Batasannya mayoritas tetap, tidak lebih mahal,” imbuhnya.
Lebih jauh dia mengatakan, rata-rata jarak antara tarif batas atas dengan tarif batas bawah sebesar 35%.
“Tentunya dalam kaitan ini kami percaya bahwa pemerintah melihat kepentingan semua stakeholder, mulai dari maskapi sampai kepada masyarakat. Nah poinnya di sini, kami akan menyesuaikan dengan apa yang diharapkan pemerintah maupun masyarakat,” sambung Wakil Sekretaris Presiden Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan.
Sejatinya, penentuan tarif batas bawah untuk maskapai penerbangan kelas ekonomi menjadi 35 persen dari 30 persen dari tarif batas atas dan hal ini sudah dilakukan pada Agustus 2018. Namun, dalam peraturan menteri, besaran presentase tersebut belum tercantum.