Kemenhub Tanggapi Putusan KPPU Soal Kasus Kartel Tiket Pesawat 7 Maskapai

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan menghormati putusan Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri yang melibatkan tujuh perusahaan maskapai nasional.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, sejak awal proses, Kemenhub menyambut positif langkah KPPU dalam rangka menerapkan praktek persaingan yang sehat di dunia penerbangan.

“Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak, termasuk KPPU sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam industri serta efisiensi nasional,” ujar Adita di Jakarta, Rabu (24/6/2020).

Sebelumnya, KPPU menyatakan tujuh maskapai terbukti melakukan kartelisasi atas harga tiket angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi dalam negeri.

Tujuh maskapai yang jadi terlapor atas kasus tersebut, antara lain Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, NAM Air, Batik Air, Lion Air, dan Wings Abadi.

Dalam sidang terbuka yang dilaksanakan Selasa (23/6/2020) lalu, majelis hakim KPPU membacakan Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999.

“KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut,” tulis KPPU dalam keterangan resminya.

Perkara ini bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan domestik di Indonesia.

Dalam proses penegakan hukum yang dilaksanakan, KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat.

Hal ini mengingat usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia terbagi dalam tiga grup, yaitu grup Garuda, grup Sriwijaya, dan grup Lion yang menguasai lebih dari 95 persen pangsa pasar.

Selain itu, juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan.

“Persaingan harga di industri tersebut diatur melalui peraturan pemerintah melalui batasan tertinggi dan terendah dari penetapan tarif atau harga penumpang pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, sehingga masih terdapat ruang persaingan harga di antara rentang batasan tersebut,” lanjut KPPU.

Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para tujuh maskapai, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha dalam bentuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.

Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di Indonesia.