Kebijakan Pemerintah Turunkan TBA Dinilai Impulsif

Pada Rabu (15/5/2019) malam lalu Menteri Peruhubungan, Budi Karya Sumadi menandatangani Keputusan Menteri Perhubungan (KM) 106/2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Pengamat menilai langkah pemerintah menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sebagai kebijakan yang impulsif.

Pengamat penerbangan, Alvin Lie menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Perhubungan no 14 tahun 2016, yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Perhubungan no 20 tahun 2019, disebutkan bahwa evaluasi tarif dilakukan secara berkala setiap 3 bulan serta kenaikan biaya operasional pesawat hingga 10% karena avtur, nilai tukar rupiah, dan komponen lainnya.

Apabila hal ini terjadi di luar yang berkala 1 tahunan, pemerintah bisa melakukan evaluasi atau pemerintah memberikan tuslah kepada maskapai.

“Namun dari catatat saya, sejak tahun 2016, Kementerian Perhubungan tidak pernah melakukan evaluasi tarif tiket pesawat. Padahal, asumsi-asumsi yang ditetapkan sejak 2016 sudah berubah jauh, termasuk harga avtur,” terang Alvin, Jum’at (17/5/2019).

Menurutnya, dampak dari hal tersebut adalah maskapai saat ini tak bisa menerapkan tarif batas bawah, sehingga harga menjadi tidak fleksibel. Untuk menutup kenaikan berbagai biaya operasional, maskapai harus menjual tiket pada batas atas.

“Namun tiba-tiba, tanpa ada proses penyesuaian tarif di waktu-waktu sebelumnya, saat ini Kementerian Perhubungan meminta maskapai menurunkan harga tiketnya,” kata Alvin.

Dia menilai, jika tarif pesawat yang saat ini diterapkan maskapai dipaksa untuk diturunkan, maka maskapai akan mengalami kerugian.