Assalamualaikum semua …
Empat negara tetangga kita yang tergabung dalam ASEAN sudah memilki otoritas penerbangan yang mandiri atau independen. Sebut Singapura dengan CAAS (Civil Aviation Authority of Singapore), Malaysia punya CAAM (Civil Aviation Authority of Malaysia),Thailand dengan CAAT (Civil Aviation Authority of Thailand), bahkan Vietnam dengan CAAV (Civil Aviation Administration of Vietnam).
Indonesia masih dengan DGCA (Directorat General of Civil Aviation). Belum CAAI (Civil Aviation Authority of Indonesia), misalnya. Apa pertimbangannya? Masih belum ada jawaban. Pertanyaan ini pula yang beberapa kali dicetuskan pada pertemuan bulanan Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI). Seperti juga pertanyaan, kapan kita punya dewan atau lembaga penerbangan yang memiliki kekuatan untuk menembus lintas sektoral atau lintas institusi?
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Capt Avirianto pernah mencetuskan keinginan untuk menjadikan direktorat tersebut independen. Ketika bertemu pada acara Forum Helikopter Indonesia di Jakarta, Kamis (14/11/2019), pun hal itu masih menjadi harapannya.
Memiliki otoritas penerbangan sipil nasional yang independen pernah pula dicetuskan beberapa petinggi Ditjen Perhubungan Udara bertahun-tahun lalu. Namun cetusannya masih sebatas wacana karena sampai saat ini pun belum terujud.
Kenapa kita selayaknya memiliki CAAI, misalnya? Independensi atau kemandirian biasanya memiliki tanggung jawab penuh dan harus bertanggung jawab. Tentu bukan sekadar kata-kata karena tanggung jawab itu memiliki konsekuensi yang besar. Apakah DGCA sudah bisa mandiri? Ini mungkin menjadi pertanyaan pula.
Tanggung jawab itu harus dipikul oleh orang-orang yang bisa dipertanggungjawabkan. Siapakah mereka? Kalau di penerbangan sipil, tentu saja mereka yang profesional di bidang itu, seperti pilot, teknisi atau engineer, serta ahli bandara dan navigasi, yang memiliki kapabilitas dan kompetensi di masing-masing bidang itu.
DGCA siapkah untuk itu? Barangkali sudah siap, walaupun belum sepenuhnya karena pasti ada proses untuk menjadi otoritas penerbangan sipil yang mandiri. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan sistem numerasinya? Hal ini juga memerlukan pertimbangan dan waktu untuk mengubahnya dari aparatur sipil negara (ASN) menjadi ASN plus-plus.
Zaman memang sudah berubah dan sekarang disebut sebagai era disruptif. Supaya tak menambah kebingungan, kemandirian memang semestinya dimiliki suatu otoritas, termasuk otoritas penerbangan sipil nasional kita.
Kita menunggu langkah terbaik dan mewujudkan yang terbaik pula bagi bangsa. Utamanya adalah menyejahterakan masyarakat dengan cara yang baik dan benar. Saat ini barangkali sudah saatnya…