Kandangkan Boeing 737 MAX 8, Ini Nilai Kerugian Garuda Indonesia dan Lion Air
Maskapai penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia telah menaksir angka kerugian perusahaan setelah satu-satunya armada Boeing 737 MAX 8 milik mereka dikandangkan. Maskapai mengklaim menanggung rugi sekitar 3 juta dolar AS atau sekitar Rp42miliar per bulan.
Sementara Lion Air yang mengoperasikan 10 unit pesawat jenis tersebut menurut pengamat penerbangan, Arista Atmadjati, perkiraan kerugian bisa lebih kecil dari Garuda Indonesia.
“Lion Air mungkin rugi, tapi perhitungan kerugiannya lebih kecil 50-60 persen dari Garuda Indonesia,” ucap Arista, mengutup Tempo, Ahad (31/3/2019).
Menurut perhitungan Arista, bila Garuda Indonesia rugi 3 juta dolar AS untuk satu pesawatnya, Lion Air bakal menanggung merugi sekitar 1,5 juta dolar AS atau sekitar Rp21,3miliar. Dengan 10 armada pesawat jenis itu yang dimiliki, artinya maskapai kemungkinan menanggung rugi hingga 15 juta dilar AS atau Rp213,6miliar.
Namun demikian, menurut Arista taksiran tersebut bukan merupakan angka kerugian langsung, melainkan kerugian atas atau potensi pendapatan.
Dipaparkannya, hitungan ruginya pun diperkirakan per masa kontrak antara maskapai dan pabrikan dengan masa kerja sama minimal 10 tahun. “Jadi bukan kerugian sebulan. Kalau Garuda bilang rugi segitu sebulan, itu terlalu banyak,” tegasnya.
Dijelaskan lebih jauh, angka kerugian per maskapai untuk Lion Air lebih kecil ketimbang Garuda Indonesia lantaran dipengaruhi statusnya sebagai maskapai penerbangan berbiaya rendah (LCC). Berbeda dengan Garuda Indonesia yang full service, biaya operasional Lion Air diperkirakan lebih kecil.
“Kalau Garuda Indonesia kan pakai entertain, katering, sedangkan Lion Air tidak,” terangnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Komunikasi Strategis Perusahaan Lion Air, Danang Mandala Prihantoro enggan memberikan keterangan soal kerugian yang ditanggung Lion Air akibat pelarangan terbang 10 unit pesawatnya.
“Mengenai grounded, saya belum bisa memberikan keterangan,” kata Danang dalam pesan singkat.
Sejak 14 Maret 2019, otoritas penerbangan Amerika Serikat (Federal Aviation Administration/ FAA) memberlakukan larangan terbang terhadap pesawat Boeing seri MAX. Hal ini menyusul dua kecelakaan fatal yang menimpa Lion Air JT 610 dan Ethiopian Airlines ET302 dalam selang waktu lima bulan.
FAA membekukan larangan terbang bagi pesawat tersebut, sampai Boeing membenahi software pintar yang diduga menjadi pemicu insiden.
Related Post
More Stories
ASDP Prediksi Raih Laba Rp541Miliar Tahun 2022
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) optimis dapat mempertahankan kinerja keuangan positif perusahaan hingga akhir tahun 2022. Setelah berhasil mengantongi laba...
KNKT: Pelayaran Kapal Ikan Harus Segera Dibenahi, Cegah Kebakaran Kapal di Pelabuhan Perikanan
Ada 483 insiden kecelakaan kapal perikanan Indonesia pada kurun waktu 2018-2021. Demikian yang tercatat di Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)....
Garuda Mulai Mengembalikan Pesawat Bombardier CRJ-1000
Secara bertahap, Garuda Indonesia mulai mengembalikan pesawat Bombardier CRJ-1000, yang pernah dioperasikannya sejak tahun 2013. Hal ini merupakan bagian dari...
NC212i PTDI Terbang Ferry, Dipesan Thailand untuk Jadi Pesawat Rainmaking
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menyerahkan satu NC212i, yang dipesan Thailand untuk dioperasikan Department of Royal Rainmaking and Agricultural Aviation (DRRAA)....
AirNav Optimalkan Potensi Anak Muda Milenial sebagai Unggulan Pemberdayaan SDM
AirNav Indonesia memiliki mayoritas sumber daya manusia (SDM) berusia milenial. Agar potensi anak muda yang luar biasa ini lebih terekspos...
Usung New Smart Metropolis IKN, Menkominfo Jajaki Penerapan Teknologi Qualcomm
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, menjajaki penerapan teknologi Qualcomm, baik untuk smart new capital city di ibu...