Ini Strategi Hadapi Tantangan Industri Perkapalan Demi Efisiensi Biaya Logistik

Tantangan dalam industri perkapalan nasional masih menantang. Padahal  sebagai negara kepulauan, Indonesia memerlukan transportasi laut yang cukup kuat dengan armada kapal lautnya. Kapal laut merupakan sarana penting dan vital sebagai alat transportasi. Juga menjadi bagian dari infrastruktur pembangunan ekonomi komunitas masyarakat antardaerah.

Berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan tahun 2019, Indonesia memiliki sekitar 32.587 kapal yang terdaftar secara resmi. Namun sebagian besar kapal tersebut berusia tua, sehingga memerlukan perbaikan dan peremajaan.

“Semakin tua usia kapal, semakin tidak efisien,” ujar Gunung Hutapea, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Laut dan SDP Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub) dalam siaran pers, Kamis (25/3/2021).

Upaya perbaikan dan peremajaan puluhan ribu kapal laut membutuhkan biaya mahal. Ini salah satu tantangan dan ditambah tantangan lainnya, tentu berujung pada kenaikan biaya logistik.

“Kita menghadapi berbagai tantangan pada industri perkapalan. Sebut saja kapal buatan dalam negeri relatif lebih mahal dibandingkan kapal produk luar negeri, waktu produksinya relatif lebih lama, dan sebagian besar komponen kapal masih impor,” ungkap Gunung.

Gunung pun menyampaikan lima strategi untuk menghadapi tantangan dalam industri perkapalan nasional. Pertama, ada intervensi dari pemerintah terhadap industri maritim dalam pemberian soft loan bagi galangan kapal dan kedua, diberikan kemudahan investasi. Ketiga, pengembangan digitalisasi industri galangan kapal dan keempat, sharing knowledge secara global. Kelima, membangun kapal bersama dengan galangan internasional.

“Dengan strategi tersebut, kebutuhan kapasitas dan kapabilitas industri strategis, khususnya galangan kapal termasuk komponen dalam negeri, harus ditingkatkan,” tegasnya, seraya mengatakan bahwa industri kapal itu padat karya, padat teknologi, dan padat modal dengan tingkat pengembalian yang rendah. “Maka dibutuhkan pembiayaan investasi yang mendukung poros maritim secara global.”

Strategi lain diungkapkan pula oleh Staf Khusus Ekonomi dan Investasi Transportasi Kementerian Perhubungan, Wihana Kirana Jaya. “Kita harus melakukan clearing house. Bagaimana meng-clear-kan bottle necking ekosistem,” ujarnya.

Hal tersebut dilakukan agar koordinasi antarpelaku, baik operator, industri perkapalan, maupun regulator, terbangun dengan benar dan tidak terjadi asimetrik informasi yang memunculkan perilaku tidak efisien. Di samping itu, Wihana juga menegaskan bahwa seluruh kementerian atau lembaga harus berkoordinasi dengan benar agar tercipta efisiensi.

Pada tahun 2020, biaya logistik di Indonesia tercatat sebagai yang termahal di Asia. Sementara kinerja logistik Indonesia menduduki peringkat ke-46. Data tersebut menunjukan bahwa sistem logistik di Indonesia perlu dibenahi dan bisa menurunkan biayanya. Seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa target penurunan biaya logistik adalah 6% dari semula 23,5% menjadi 17%.

“Ketersediaan armada kapal laut dengan umur teknis yang efektif, juga ada keringanan bea masuk material dan komponen, sangat diperlukan. Hal ini bisa menjadi stimulus yang mampu menurunkan biaya operasional kapal. Ujungnya adalah penurunan biaya logistik nasional di Indonesia,” future Gunung.

Foto: Ditjen Hubla