Assalamualaikum semua …
BJ Habibie menyuruh Jusman Sjafii Djamal, yang pada tahun 1989 menjadi Kepala Bidang Preliminary Design di Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), untuk belajar perancangan pesawat terbang yang memiliki karakteristik beyond customer. Tugas yang dibebankan ini bukan pekerjaan yang mudah. Maka dibentuklah grup kerja anak-anak muda yang enerjik.
Grup kerja tersebut dipimpin Jusman, yang waktu itu berusia 35 tahun. Anggota grup dipilih yang berusia di bawah 35 tahun. Jika nanti 10 tahun kemudian pesawat terbang berhasil dibangun, usia grup ini masih 40-an tahun atau di bawahnya. Usia yang sama dengan seseorang yang sudah lulus Ph.D.
Nama-nama yang terlibat dalam grup kerja itu, antara lain, Alex Supeli, Hery Suyanto, LK Sunarjito, Arbon Ahimsa, Winarni Tirtawidjaja, TA Moetawakkil, Agung Nugroho, Made Wirata, Rowin, Margono, Seha Ibrahim, dan Sriyono. Sementara itu, untuk bidang Aircraft System dipimpin oleh Bambang Pamungkas.
Grup kerja itu bertugas untuk membuat rancangan dan komparasi dengan pesawat terbang yang sudah diluncurkan di pasar atau yang konsepnya sudah dikenalkan. Hasil rancangan anak-anak muda ini targetnya akan ditampilkan di Paris Air Show 1991.
Pada saat itu, pesawat terbang berkapasitas 30 penumpang yang sedang dibuat ada Dornier 328 buatan Dornier Luftfahrt GmbH (Jerman). Ada juga beberapa pesawat terbang berkapasitas 50 penumpang yang sudah mendapat pesanan. Antara lain, Saab 340 dari Saab Aircraft International (Swedia), ATR 42 dan ATR 72 produk Aerospatiale (Prancis) dan Aeritalia (Italia), serta Fokker 50 dari Fokker (Belanda).
Setiap pagi, grup kerja itu berkumpul untuk berdiskusi. Dari hasil pertemuan mereka diperoleh poin, yang salah satunya adalah mereka harus merancang sayap pesawat terbang sebagus mungkin, sebelum masuk ke rancangan lainnya. “Kunci pesawat terbang yang bagus itu pada sayapnya!” ungkap Jusman.
Habibie memang meminta grup kerja itu untuk mempelajari lebih mendalam tentang pembuatan sayap. Maka Habibie pun hampir setiap sebulan sekali mengadakan pertemuan untuk mengetahui kemajuan kerjanya. Setiap kali itu pula Jusman mempresentasikan hasil kerja grup yang dipimpinnya.
“Semua anggota grup kerja harus memberi komentar atau masukan. Tidak ada satu anggota pun yang tidak bicara,” ucap Jusman.
Pada suatu hari, Habibie mengajak Sergei Dasault, perancang pesawat Mirage dan pendiri pabrik pesawat Dasault, ke IPTN di Bandung. Jusman diminta untuk menemuinya dan dikenalkan pula pada Chief Aerodynamic dari Dasault. Rupanya Habibie ingin menanyakan pendapat Dasault tentang Jusman, apakah ia memiliki talenta sebagai pendesain pesawat terbang atau tidak?
Bertemu dan bergaul dengan para pakar dan orang-orang yang berpengalaman di industri penerbangan dunia merupakan salah satu strategi untuk transfer teknologi dengan lebih cepat dan mudah. Evolution acceleration atau penguasaan terknologi yang memerlukan proses tahap demi tahap pun bisa dipercepat.
Habibie ingin para desainer dan engineer IPTN, khususnya anak-anak muda dalam grup kerja tersebut, mendapat pelajaran yang bernilai tinggi. Para engineer, apalagi top engineer-nya Dasault yang memroduksi pesawat Falcon bersayap indah, menjadi salah satu pemberi pelajaran berharga tentang teknologi pesawat terbang bagi anak-anak muda IPTN.