Assalamualaikum semua …
Hari Kebangkitan Nasional, yang diperingati bangsa Indonesia tiap tanggal 20 Mei, boleh disebut sebagai awal dimulainya proyek pembangunan pesawat terbang N250. Pada Mei 1989, Bacharuddin Jusuf Habibie dalam suatu rapat direksi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) menugaskan Direktur Teknologi IPTN Harsono Juned Pusponegoro untuk membentuk tim feasibility study pembuatan pesawat terbang pengganti CASA 212.
Kala itu, Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi merangkap Direktur Utama IPTN. Dia ingin membuat pesawat terbang yang betul-betul untuk penerbangan sipil dan mengangkut penumpang.
Pesawat terbang pengganti itu berkapasitas 30 penumpang dengan nama “N230”. Akan dipasarkan sebagai feeder atau pengisi alat transportasi di wilayah Indoneaia yang sungguh luas dan berpulau-pulau.
Memang sudah ada pesawat CN-235 dengan 35 penumpang, yang sudah dioperasikan Merpati Nusantara Airlines. Namun pesawat terbang ini adalah multi purpose airplane; bisa untuk penerbangan sipil, bisa juga untuk militer. Bisa untuk mengangkut penumpang ataupun kargo.
Habibie mengatakan, ia memulai mendirikan dirgantara Indonesia tidak dengan membuat pesawat tempur (fighter airplane), tapi pesawat komersial (commercial airplane). Alasannya ada tiga hal.
Pertama, wilayah NKRI yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau itu 70 persennya adalah perairan (laut) dan hanya 30 persennya daratan. Air atau perairan bukan memisahkan pulau-pulau, tapi mengintegrasikannya menjadi satu kesatuan yang dinamakan benua maritim Indonesia.
Untuk menghubungkannya dibutuhkan alat transportasi, yang gerakan dan informasinya harus jelas serta menjangkau semua wilayah. Alat transportasi yang tepat adalah pesawat terbang atau pesawat udara.
Kedua, kalau bicara tentang pesawat terbang adalah bicara harga atau biaya. Contohlah pesawat CN-235, yang setelah ditimbang tanpa bahan bakar dan isi lainnya, kata Habibie, satu kilogramnya kurang lebih sama dengan harga 450 ton beras.
Pesawat tersebut beratnya 10 ton, sehingga satu pesawat harus dibayar dengan 4,5juta ton beras. Maksudnya, kita sebagai negara agraris pengonsumsi dan penghasil beras, bisa membiayainya.
Ketiga, makin makmur kita, kian besar jumlah orang kelas menengah, makin mau mereka bergerak antarpulau. Moda transportasi lain jangkauannya terbatas, sehingga orang-orang kelas menegah ini akan kian banyak menggunakan pesawat terbang.
Faktanya, era tahun 2010-an jumlah penumpang pesawat terbang meningkat fantastis. Hal ini memang sudah diprediksi oleh mereka yang berperan dalam pembangunan N250 itu.
Besok, kita sambung dalam tulisan kelima (5) ya. Bagaimana prediksi mereka tidak meleset, tapi kenyataannya kita memang “dipaksa melepas peluangnya”.