Assalamualaikum semua …
Tahun 1992, pembangunan pesawat N250 memasuki fase keempat. Pada fase ini, rancangan pesawat terbang dikerjakan lebih detail dan terinci dengan optimalisasi komponen-komponennya. Selanjutnya, pembangunan N250 beranjak ke fase kelima, yaitu validasi dan konfigurasi final.
Pada fase inilah dikerjakan mock-up N250 dari yang kelas satu sampai kelas tiga. Mock-up kelas dua sempat dipublikasikan pada media dan Wakil Presiden RI Try Soetrisno mencoba kokpitnya dengan kemudi yang sudah bisa digerak-gerakkan. Dipamerkan pula di Asian Aerospace 1992 di Singapura dan Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew masuk ke mock-up N250 itu.
Badan pesawat N250 dirancang lebih lebar dari CN235 atau Fokker F-27. Jika dikaji kokpitnya, dipelajari kinerjanya, dan dipahami sayapnya, N250 sudah mengaplikasikan teknologi tahun 2000. “Kita menghitung semuanya dengan computational fluid dynamics. Kita juga mengujinya di LAGG di Serpong,” kata BJ Habibie.
Pengujian terowongan angin pesawat N250 sedang dilakukan di Laboratorium Aero Gasdinamika dan Getaran (LAGG) di Serpong, Tangerang. Pengujian ini masih pada low speed wind tunnel. Pada fase kelima akan dilakukan pengujian terowongan angin di Belanda untuk high speed wind tunnel.
Oh iya, jigs atau kerangka untuk pembuatan pesawat sudah mulai dibuat, tanpa menunggu selesainya pembuatan mock-up. Bahkan bukan hanya satu-dua jigs, tapi banyak yang sudah jadi. Pengerjaan jigs ini sebagian dikerjakan di Badan Usaha Negara Industri Strategis (BUNIS), ada pula yang dikerjakan di PT Pindad dan PT Barata.
Pada saat itu banyak yang mempertanyakan, apakah N250 bisa selesai sesuai target? Program Manager N250, Djoko Sartono menjawab bahwa pengerjaan proyeknya masih sesuai target untuk terbang perdana pada tahun 1995.
“Seperti biasanya, dalam berbagai program ada bagian-bagian yang sedikit terlambat karena ada yang perlu diteliti lebih lanjut, tapi ada juga yang sedikit lebih maju,” ungkap Djoko.
Kendala utama dalam pembangunan N250 adalah keterbatasan man power, terutama putra-putri bangsa Indonesia. Maka untuk mengatasinya, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) mempekerjakan sekitar 150 tenaga asing.
Para pekerja asing tersebut dikontrak secara individu-individu dan rata-rata selama satu tahun. Mereka berasal dari berbagai latar belakang; ada yang dari Boeing, ada pula yang direkrut dari pasar kerja. Mereka bekerja untuk mengerjakan desain pesawat terbang hasil karya anak bangsa.
Bagaimana rancangan kabin N250? Ikuti besok dalam cerita kedua puluh empat (24) ya.