Indeks daya saing logistik Indonesia masih berada di bawah Singapura (4,0), Thailand (3,41), Vietnam (3,27), dan Malaysia (3,22). Indeks diukur dari efisiensi on-the-ground rantai suplai perdagangan atau kinerja logistik.
“Rantai suplai makanan merupakan tulang punggung perdagangan dan bisnis internasional,” ujar, Umiyatun Hayati Triastuti, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub) dalam webinar “Strategi Transportasi Laut dalam Meningkatkan Kinerja Logistik pada Masa Pandemi”, Rabu (17/2/2021).
Maka, kata dia, upaya untuk meningkatkan indeks daya saing perlu dilakukan agar transportasi laut bisa dikelola dengan baik. “Dengan adanya pandemi Covid-19, dibutuhkan penanganan khusus berupa peraturan dan pengambilan kebijakan yang tepat,” ucapnya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antoni Arif Priadi memaparkan tentang arah kebijakan utama transportasi laut untuk tahun 2020-2024. Antara lain, mewujudkan logistik maritim dalam negeri, meningkatkan konektivitas terhadap jaringan pelayaran internasional, serta pengembangan pelabuhan hub internasional dan pelabuhan pendukung tol laut.
“Evaluasi program tol laut pada masa pandemi cukup positif. Berdampak pada penurunan tingkat harga barang kebutuhan pokok dengan variasi minus 3,1 persen dan penurunan disparitas harga barang kebutuhan pokok antara kawasan barat dan timur Indonesia dengan variasi minus 14,1. Program tol laut juga memberikan dampak positif bagi penurunan biaya logistik end-to-end dalam pendistribusian barang kebutuhan pokok minus 5,5 persen (rata-rata nasional),” paparnya.
Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan mengatakan, “Program tol laut sangat efisien sebagai sarana distribusi pangan ke seluruh wilayah di Indonesia. Sistem logistik ini masuk cakupan kebijakan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) ke depannya. Tol laut sangat efektif karena secara rutin dan terjadwal menjangkau dan mendistribusikan logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).”
Beberapa strategi lain juga dapat diterapkan untuk meningkatkan kinerja logistik di sektor transportasi laut. Direktur Transformasi dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III, Kokok Susanto menyebut bahwa tersedianya infrastruktur yang bagus merupakan kunci utama untuk meningkatkan kinerja pelabuhan.
Selain itu, strategi pemberian stimulus juga bisa meningkatkan efisiensi kinerja di pelabuhan. Kokok menyampaikan, beberapa stimulus untuk para eksportir, antara lain, melakukan early open stake dari semula hanya tiga hari menjadi lima hari. Dengan demikian, para eksportir dapat meningkatkan efisiensi 65 persen.
“Empty import yang semula tiga hari menjadi tujuh hari, sehingga efisiensi yang diterima para eksportir 44 persen. Biaya container handling charge (CHC) juga diturunkan 35 persen,” ungkapnya.
Pelindo III bekerja sama dengan bea cukai dan karantina, serta menerapkan kebijakan waktu pembayaran mundur 30 hari. “Kami berkolaborasi dengan teman-teman bea cukai dan karantina dengan menciptakan tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT). Kalau biasanya pemeriksaan fisik dilakukan dua kali, kita paketkan menjadi satu. Kita hitung efisiensinya 38 persen hingga 49 persen, ” tutur Kokok.
Foto: Ditjen Hubla