Oleh: Djoko Setijowarno
Ibukota negara baru harus disertai dukungan pengembangan layanan transportasi modern yang ramah lingkungan.
Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana pemindahan ibukota negara pada Senin (26/8/2019) di Jakarta. Letaknya di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), yakni sebagian berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kecamatan Samboja) dan sebagian lagi di Kabupaten Penajam Paser Utara (Kecamatan Sepaku).
Alasan pemindahan ibukota disebabkan beban Kota Jakarta dinilai sudah cukup berat sebagai pusat aktivitas bisnis, pemerintahan, dan jasa. Dampak nyata sudah menimbulkan masalah kepadatan dan kemacetan lalu lintas cukup parah –antara 3-5 jam untuk pulang pergi di Jakarta– juga kerugian ekonomi dampak kemacetan, polusi udara tinggi, pencemaran air sudah parah, rawan gempa. Beban Pulau Jawa pun semakin berat dengan masalah kepadatan penduduk –54 persen dari total penduduk Indonesia.
Dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kaltim tampak relatif lebih unggul dalam hal ketersediaan infrastruktur transportasi pendukung. Wilayah yang dipilih ini terletak di antara Kota Balikpapan dan Kota Samarinda, yang sudah lama terhubung jalan nasional. Tidak lama lagi akan beroperasi Tol Samarinda-Balikpapan sepanjang 99,35 km.
Kaltim memiliki dua bandara, yakni Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan di Balikpapan dan Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto di Samarinda, yang beroperasi 24 Mei 2018. Tersedia pula Pelabuhan Semayang di Balikpapan dan Pelabuhan Samarinda di tepi Sungai Mahakam.>Namun transportasi umum di kedua kota itu tidak sebaik di Jakarta. Layanan transportasi umum perkotaan sama dengan kota lain; makin buruk. Sudah ada layanan bus AKAP rute Banjarmasin-Balikpapan-Samarinda. Ada juga layanan bus AKDP, angkutan bus perintis, dan penerbangan perintis.
Sekarang sedang dikerjakan Jembatan Pulau Balang, yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara. Kemajuan pekerjaan hingga Agustus 2019 sudah mencapai 68 persen dan diprediksi selesai tahun 2021. Jika sudah terhubung, jarak perjalanan menjadi lebih pendek sekitar 30 km dan waktu tempuh bisa 1 jam.
Proses lelang mencari investor untuk Tol Teluk Balikpapan sepanjang 7,9 km juga tengah dilakukan. Tol ini menyediakan dua lajur untuk sepeda motor. Nantinya tol ini akan terhubung dengan Tol Samarinda-Balikpapan dan Bandara Internasional SAMS Sepinggan.
Di ibukota negara baru dapat dibangun sistem jaringan transportasi yang terintegrasi antara perencanaan tata ruang (urban planning) dengan perencanaan transportasi (transport planning). Pembangunan transportasi harus berorientasi pada kebutuhan manusia, tidak lagi berfokus kepentingan mobilitas kendaraan pribadi, seperti yang selama ini berlangsung. Artinya, pilihan prioritas harus diberikan bagi pejalan kaki, pesepeda, dan angkutan umum. Kendaraan bermotor listrik dapat didorong wajib digunakan di kawasan ibukota negara ini.
Fasilitas untuk kendaraan tidak bermotor, seperti pejalan kaki dan pesepeda, harus lebar yang dilindungi pohon peneduh. Jalur sepeda tidak disatukan dengan jalur kendaraan bermotor, terkecuali diberikan pembatas fisik, tidak hanya berupa lajur sepeda (bike lane). Demikian pula penyediaan layanan sarana transportasi umum yang humanis, harus direncanakan dengan matang.
Paling tidak, untuk tahap awal tersedia jaringan layanan transportasi umum berbasis jalan, dengan bus umum yang paling mudah dan murah. Tidak perlu lajur khusus, seperti busway, cukup bus lane (lajur bus). Secara bertahap, dirancang dan dibangun transportasi umum berbasis jalan rel, dengan pilihan trem, kereta gantung, O-Bhan, juga kereta ringan atau mass rapid transport (MRT).
Para pejabat negara diupayakan minim memakai kendaraan dinas. Penggunaan kendaraan dinas hanya keluar ibukota negara untuk kegiatan kunjungan ke daerah. Perjalanan masih di dalam komplek perkantoran lembaga negara diupayakan memakai transportasi umum. Sarana transportasi umum benar-benar diciptakan nyaman melayani semua orang, tidak terkecuali bagi pejabat negara. Apalagi jarak rumah dinas pejabat negara dengan kantor lembaga negara dibangun tidak berjauhan. Antar-kantor lembaga negara juga berada dalam satu kawasan. Negara bisa menghemat anggaran dari sisi operasional kendaraan dinas.
Supaya mobilitas lebih efisien, sistem jaringan transportasi harus terintegrasi antara kawasan inti pusat pemerintahan, seperti istana, kantor lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), taman budaya (botanical garden), serta kawasan inti ibukota negara (perumahan ASN/TNI/Polri, diplomatic compound, fasilitas pendidikan dan kesehatan, juga pusat perbelanjaan). Dengan kawasan perluasan, seperti national park, konservasi orang utan/kebun binatang, klaster permukiman non-ASN (aparatur sipil negara), bandara, pelabuhan, angkutan sungai, wilayah kota Balikpapan dan Samarinda, serta wilayah kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, juga wilayah provinsi sekitarnya, terintegrasi pula.
Jaringan jalan rel di kedua bandara perlu direncanakan dan bisa diwujudkan. Jaringan rel ini sekaligus dapat menghubungkan Kota Balikpapan dan Kota Samarinda yang melewati ibukota negara. Penataan transportasi secara keseluruhan di Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Kutai Kartenaga harus dilakukan untuk mendukung aktivitas ibukota negara.
Dipilihnya ibukota negara baru di Kaltim merupakan peluang untuk menata angkutan sungai di Sungai Mahakam yang panjangnya 900 km. Selama ini, keberadaan angkutan sungai kurang dapat perhatian. Musim kemarau tiba, angkutan sungai ke pedalaman terhambat. Debit air dangkal, kapal sulit berlayar. Diperlukan modernisasi teknologi kapal dan bantuan subsidi operasional untuk keberlangsungannya. Angkutan sungai tidak hanya mengangkut penumpang, tapi juga ada logistik kebutuhan masyarakat yang bermukim di sepanjang sungai.
Nantinya, mobilitas penduduk memakai transportasi laut dari Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pulau Sulawesi, terutama Sulawesi Selatan, akan semakin banyak menuju Kaltim. Layanan operasional kapal laut harus dibenahi. Tidak seperti sekarang, keselamatan kapal laut cukup memprihatinkan. Pembenahan layanan juga harus dilakukan di pelabuhan.
Pemindahan ibukota negara diharapkan bisa mempercepat pengembangan wilayah di sepanjang jalan pararel perbatasan di Kalimantan sepanjang 1.755 km, yang hampir selesai dibangun. Ibukota negara harus disertai dukungan pengembangan layanan transportasi modern yang ramah lingkungan.
Penulis: Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan MTI Pusat