IndoAviation – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan bersama dengan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) dan maskapai penerbangan berkolaborasi untuk melakukan kajian bersama dalam penyempurnaan formulasi perhitungan tarif tiket pesawat terbang.
Kajian bersama dilakukan untuk mendapatkan nilai keekonomian yang lebih sesuai dengan memperhatikan kondisi harga avtur dan biaya operasional pesawat terkini. Namun dengan tetap memperhatikan azas perlindungan konsumen.
Dalam siaran pers Sabtu (25/3/2023), Direktur Jenderal Perhubungan Udara M. Kristi Endah Murni mengatakan, berdasarkan kajian bersama yang dilakukan terkait penilaian dari maskapai dan INACA terhadap besaran tarif batas atas (TBA) pada rute-rute pendek, nilai keekonomiannya sudah tidak sesuai dengan beban Biaya Operasi Pesawat (BOP).

Secara resmi, INACA dan beberapa maskapai telah bersurat kepada Ditjen Hubud untuk mempertimbangkan kembali adanya peninjauan ulang terhadap besaran tarif pada beberapa rute pendek tersebut.
“Kami akan terus aktif dan konsisten berkoordinasi dan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya untuk memberikan dukungan terhadap terciptanya konektivitas nasional dan global dengan beban biaya yang paling efisien untuk memperoleh tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat,” ungkap Kristi.
Di sisi lain, Ditjen Hubud selaku regulator penerbangan sipil mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan tarif tiket. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Penghitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Pengawasan dilakukan untuk evaluasi agar senantiasa menyeimbangkan kepentingan konsumen dan keberlangsungan usaha yang sehat bagi maskapai penerbangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap maskapai harus menetapkan tarif tiket pesawat tidak melebihi TBA dan tidak di bawah tarif batas bawah (TBB). Juga beserta ketentuan tarif lainnya, seperti fuel surcharge (FS), yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjaga momentum pemulihan penerbangan nasional.
Kristi mengungkapkan, selama melakukan pengawasan, Ditjen Hubud menemukan variasi pelanggaran tarif angkutan udara di beberapa rute yang dilayani beberapa maskapai. Ada pelanggaran penetapan TBA/TBB juga penetapan FS yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
Menurut Kristi, pihaknya secara konsisten telah memberikan sanksi kepada maskapai yang melakukan pelanggaran sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 27 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan.
“Pelanggaran TBA dan FS te
dominan terjadi di rute-rute berjarak pendek dalam rentang waktu Juli-Desember 2022. Kami sudah berikan sanksi administratif kepada maskapai yang bersangkutan berupa surat peringatan yang berlaku selama 14 hari,” ujar Kristi.
Sebelum masa surat peringatan tersebut habis, maskapai harus melakukan perbaikan pada tarif yang dilanggar. Ditjen Hubud akan memastikan tidak terdapat pelanggaran yang sama atau berulang pada rute lainnya.
Apabila surat peringatan tersebut tidak diindahkan dan belum ada perbaikan, maskapai akan dikenakan sanksi administratif berikutnya berupa pembekuan, pencabutan dan/atau denda administratif.
“Sebagian dari maskapai sudah melakukan perbaikan, seiring semakin baiknya perkembangan beban BOP yang didominasi oleh beban biaya avtur dan kurs rupiah terhadap dollar AS,” tuturnya.
Sebagai bentuk tindak lanjut pengawasan penerapan tarif tiket penumpang angkutan udara kelas ekonomi dalam negeri, maka perlu dilakukan kajian bersama terkait penerapan TBA dan TBB ataupun FS.