Garuda Sudah Ajukan Klaim ke Boeing Soal Keretakan Pesawatnya

Boeing 737-800 Garuda Indonesia.

Garuda Indonesia sudah mengajukan klaim kepada Boeing terkait satu unit pesawat tipe Boeing 737 New Generation (NG) milik Garuda yang mengalami keretakan. Hal tersebut dipastikan langsung oleh Direktur Teknik Garuda Indonesia, Iwan Joeniarto.

“Khusus spec (spesifikasi), kami ajukan klaim ke Boeing, bahwa kita sedang membicarakan untuk kita sampaikan,” tutur Iwan di Jakarta, seperti dikutip Republika Online, Kamis (31/10/2019).

Dijelaskan Iwan, sebab selama satu pesawat yang retak tersebut dilarang terbang membuat Garuda mengalami kerugian. Dia menuturkan bahwa Garuda tidak bisa mendapatkan pendapatan dari penumpang, namun perusahaan tetap harus membayar biaya sewa pesawat.

Namun demikian, Iwan mengatakan bahwa saat ini kondisi pabrikan fokusnya masih terpecah dengan permasalahan produk Boeing 737 MAX 8. Sebab sejak pertengahan Maret 2019 hingga saat ini, pesawat yang menjadi generasi terbaru keluarga 737 tersebut masih dilarang terbang.

“Boeing sendiri posisinya sibuk menengani (737 MAX 8), jadi belum sempat menangani maskapai. Tapi kalau kita pasti klaim kerugian yang diakibatkan, tapi Boeing sedang sibuk,” papar dia.

Sejak satu pesawat tipe Boeing 737 NG dihentikan operasionalnya karena mengalami retakan, Garuda masih menunggu tanggapan Boeing terkait kelanjutan permasalahan tersebut. Termasuk juga mengenai perbaikan jenis pesawat Boeing 737 NG.

Corporate Secretary Garuda Indonesia, M Ikhsan Rosan menjelaskan, selain menunggu tanggapan pabrikan untuk langkah perbaikan, Garuda juga mengkoordinasikan hal lainnya dengan Boeing. Karena satu pesawat yang dikenakan penghentian terbang tersebut berpengaruh terhadap operasional maskapai.

Ikhsan mengatakan, salah satu yang dikoordinasikan Boeing mengenai kompensasi. “Ada (koordinasi terkait kompensasi), cuma belum ada kelanjutannya. Cuma memang itu jadi salah satu bagian yang kita lakukan,” ungkap Ikhsan.

Satu pesawat B 737 NG milik Garuda dikenakan penghentian terbang sejak 5 Oktober 2019. Ikhsan menjelaskan hal tersebut menjadi hasil tindak lanjut dari implementasi Airworthiness Directives (AD) Ditjen Perhubungan Udara bernomor 19-10-003 dan FAA Airworthiness Directives Nomor 2019-20-02.