Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi memastikan aturan baru soal tarif batas atas (TBA) tiket pesawat diberlakukan hari ini, Kamis (16/5/2019). Namun demikian, maskapai Garuda Indonesia merasa keberatan dengan aturan baru tersebut.
Seperti telah diwartakan sebelumnya, penurunan TBA baru berkisar antara 12 hingga 16 persen, dengan rata-rata 15 persen.
“Jadi poinnya itu akan memberatkan kinerja kita, akan menekan kinerja,” ujar VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan, seperti dikutip detikFinance, Kamis (16/5/2019).
Dia menerangkan, struktur biaya yang membentuk harga tiket pesawat sudah mengalami banyak perubahan. Misalnya avtur yang sekarang lebih mahal, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang melemah.
“Mungkin kita tahu itu tarif batas atas itu kan diterapkan sejak 2016 ya. Tapi kan sejak 2016 itu kan banyak perubahan khususnya dalam kaitan cost,” ungkapnya.
Dijelaskan Ikhsan, biaya yang dikeluarkan maskapai pelat merah yang mengusung penerbangan full service ini memang mendekati TBA. Ketika pemerintah memutuskan TBA harus turun, perseroan harus kembali menekan biaya operasional.
“Nah ketika itu (TBA) ditekan 15%, itu otomatis kan kita harus mengkalkulasi ulang cost-cost mana yang harus ditekan lagi,” ujarnya.
Dia menjelaskan situasi ini bagi maskapai cukup sulit, pasalnya mereka saja hanya bisa mengambil margin atau keuntungan kecil dari penjualan tiket pesawat hanya sebesar 2 persen. Menurutnya, perseroan tidak mungkin memangkas pengeluaran buat karyawan dan faktor keamanan penerbangan.
“Ya sudah yang lain kita coba (menekan biaya). Ya mungkin layanan atau apa yang kita lihat. Kita harus pintar-pintar gimana supaya kita tetap bisa bertahan hidup untuk penyesuaian tarif batas atas oleh Kemenhub ini,” tutupnya.