Galakkan Angkutan Massal, Lima Kota Jadi Percontohan Proyek Sutrinama dan Indobus

Kendaraan pribadi yang berlalu lintas di perkotaan kian hari kian bertambah dan menimbulkan kemacetan yang makin parah. Sisi negatif lainnya adalah emisi gas rumah kaca yang juga kian meningkat menimbulkan polusi udara yang mengganggu kesehatan.

Hal tersebut mendorong dibentuknya program Sustainable Urban Transport Programme Indonesian (Sutrinama) dan Indonesia Bus Rapid Transit Corridor Development Project (Indobus). Proyek ini ditandatangani 18 Desember 2017, berdasarkan perjanjian pelaksanaan antara Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Kementerian Perhubungan.

Lantas hari ini (8/10/2019) di Jakarta ditandatangani nota kesepahaman antara Kementerian Perhubungan dengan lima pemerintah daerah yang menjadi percontohan. “Program ini adalah program bantuan dari pemerintah Jerman dan Swiss sejalan dengan skema buy the service, yang sedang kami usung. Besar bantuannya 21 juta Euro,” ujar Budi Setiyadi, Dirjen Perhubungan Darat.

Program Sutrinama diusung untuk mendukung kebijakan serta pengembangan transportasi perkotaan dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, juga mitigasi emisi gas rumah kaca dan polusi udara yang diakibatkan transportasi. Sementara proyek Indobus untuk membantu kota percontohan dalam mengembangkan koridor Bus Rapid Transit (BRT) dan mendukung pengelolaan operasinya. Selanjutnya, program Sutrinama dan Indobus dilaksanakan sebagai Technical Support Unit (TSU) untuk mendukung pemerintah daerah.

Indonesia, seperti juga negara-negara lain di dunia, memang berkomitmen untuk memperbaiki transportasi umum. “Program ini sudah kita mulai dengan memperbaiki kualitas dan pola pikir masyarakat. Kita mengedukasi masyarakat, kalau ingin kotanya baik dan berkualitas, mari gunakan angkutan umum karena saat ini bus sudah bagus, aman, dan nyaman. Kementerian Perhubungan memang fokus untuk memodernisasi bus sebagai angkutan massal di perkotaan,” tutur Budi.

Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Deputy Head Swiss Cooperation Office in Indonesia, Remy Duiven; juga Counsellor Development Cooperation Kedutaan Besar Republik Federasi Jerman, Rafael Teck dan Senior Governance Policy Advisor GIZ, Zulazmi. Bahkan bantuan dari negara donor ini akan ditambah 2,5 miliar Euro untuk berbagai aktivitas yang berkait dengan program ramah lingkungan.

Lima kota yang menjadi percontohan dalam menata transportasi itu adalah Bandung di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah, Makassar di Sulawesi Selatan, Batam di Kepulauan Riau, dan Pekanbaru di Riau. Bandung misalnya, merupakan salah satu kota termacet di Indonesia.

“Itu menjadi alasan kenapa transportasi publik ini menjadi urgent. Orang makin banyak duit, ekonomi makin bagus. Orang beli mobil, tapi kendaraan memenuhi jalan,” kata Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat.

Bandung, kata Ridwan, sudah melakukan upaya-upaya untuk menggalakkan transportasi publik, termasuk memperbanyak jalur jalur kereta api dan jalur pejalan kaki. “Dalam lima tahun, saya akan perbaiki jalur-jalur itu di 27 kota-kabupaten se-Jawa Barat. Supaya jangan manja; dikit-dikit naik kendaraan pribadi. Itu salah satu kebijakan agar orang turun dari kendaraan pribadi dan mulai bergerak dengan cara-cara lain,” ujarnya.

Empat kota lainnya pun sudah melaksanakan berbagai upaya untuk mengoperasikan transportasi massal yang ramah lingkungan. Walaupun diakui Budi, ada kendala aspek politis dan entitas pengelola yang menghambat perkembangannya.

Implementasi dari proyek Sutrinama dan Indobus memang masih memerlukan konsolidasi untuk menyamakan persepsi. “Saya minta presentasi dari berbagai kota itu. Pemda juga harus memberikan support. Mungkin nanti ada jalan khusus, berapa koridor, siapa pengelolanya, dan lainnya. Kita akan konsolidasi,” ucap Budi.