Untuk mendukung konektivitas antarwilayah dan mendorong peningkatan perekonomian nasional, Ditjen Perhubungan Laut menyiapkan angkutan laut perintis.
Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko, keberadaan angkutan laut perintis terutama dalam memberikan pelayanan mobilitas penduduk dan pemenuhan bahan-bahan pokok pada daerah-daerah terpencil memiliki peran besar terhadap konektivitas dan pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.
“Tahun 2019 ini, Ditjen Perhubungan Laut terus melakukan efisiensi, baik sisi anggaran maupun dari sisi penentuan trayek kapal perintis,” ujar Wisnu.
Berdasarkan data Ditjen Perhubungan Laut, penyelenggaraan pelayaran perintis pada tahun 2017 terdapat 96 trayek dan 481 pelabuhan singgah, dengan anggaran sebesar Rp943miliar.
Tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 113 trayek dan 498 pelabuhan singgah, dengan total anggaran Rp1,1triliun. Di tahun ini 46 trayek dilayani PT. Pelni melalui penugasan dan 67 trayek dilayani oleh perusahaan swasta melalui pelelangan umum.
Untuk tahun 2019, pemerintah menetapkan 113 trayek dengan rincian 46 trayek dioperasikan PT. Pelni dan 67 trayek dioperasikan oleh swasta, dengan total anggaran sebesar Rp1,07triliun termasuk anggaran docking.
Terkait hal ini, Wisnu menjelaskan bahwa ke depan penyelenggaraan pelayaran printis harus bisa berjalan lebih efisien dan inovatif. Ia berharap jika pelayaran perintis bisa lebih efisiensi tentunya akan meningkatkan produktivitas dan mendorong pembiayaan penyelenggaraan angkutan laut perintis yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan.
“Kami juga mengevaluasi pola pelayanan maupun operasional kapal-kapal perintis yang telah berlangsung selama 20 tahun. Untuk itu perlu ada evaluasi trayek-trayek yang seharusnya sudah dapat ditingkatkan menjadi komersil atau trayek-trayek yang masih perlu ditingkatkan. Bahkan bila perlu ada trayek-trayek yang tidak perlu diadakan lagi atau dihapus dengan berbagai pertimbangan yang rasional dan transparan,” jelasnya.
Jangan sampai, lanjutnya, ada trayek perintis yang tingkat okupansinya sudah di atas 60% tetapi masih mendapat subsidi penuh dari pemerintah.
“Selain itu, jangan juga terus memaksakan dilayani kapal perintis padahal trayek tersebut okupansinya selalu di bawah 10% sehingga dana subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak efektif dan efisien,” tambahnya.